Kamis 30 Sep 2010 17:07 WIB

Kabinet Belanda Beraroma Anti-Islam, Kubu Partai Buruh Protes

Red: Siwi Tri Puji B
Geert Wilders
Foto: spitsnet.nl
Geert Wilders

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM--“Saya sangat senang, karena akhirnya berhasil”. Dengan kata-kata itu ketua partai VVD Mark Rutte mengumumkan kesepakatan pembentukan pemerintah minoritasnya. Dalam negosiasi yang berlangsung hingga malam hari Selasa (28/9) ditetapkan, kabinet hanya akan terdiri dari anggota Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi VVD serta Partai Kristen Demokkrat CDA.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte berasal dari partai VVD, Maxime Verhagen dari CDA akan menjabat wakil perdana menteri. Sementara partai populis Wilders, PVV, akan memberikan dukungan eksternal. Kabinet minoritas VVD-CDA harus bertopang pada dukungan PVV untuk mencapai mayoritas di parlemen. Kedua kesepakatan itu akan dipresentasikan kembali hari ini, Kamis (30/9).

Wilders menyebut kesepakatan ini sebagai peristiwa bersejarah. "Siapa sangka beberapa tahun lalu bahwa partai ini akan memiliki pengaruh yang begitu besar atas pemerintahan," ungkapnya.

Namun kritik tak sedikit. Sejumlah kelompok Muslim di Belanda menyatakan kekuatirannya atas keterlibatan Wilders dalam pemerintahan. Geert Wilders dikenal sebagai anti migran dan anti Islam yang kerap mengritik proses integrasi di Belanda.

Pemimpin Partai Buruh PvdA Job Cohen mengkritik kesepakatan itu. Job Cohen menggambarkannya sebagai keputusan terburuk dalam pembentukan kabinet. Ia menilai, kekuasaan PVV terlalu besar, tapi tanggung jawabnya tak seberapa. Hal serupa juga disampaikan pemimpin Partai Sosialis Emile Roemer dan tokoh Demokrat D66, Alexander Pechtold.

Kesepakatan ini masih harus disetujui dalam kongres Partai CDA yang akan berlangsung di Arnhem pada hari Sabtu (2/10). Sebelumnya, sejumlah tokoh CDA sudah mengritik kerjasama dengan Wilders. Memperparah situasi, hari Sabtu (2/10) Geert Wilders juga akan tampil di Berlin untuk menyampaikan sebuah pidato anti Islam.

Negosiasi antara VVD, CDA dan PVV untuk membentuk pemerintah  sudah dimulai awal Agustus, setelah semua upaya untuk membentuk pemerintahan koalisi gagal. Pemerintah sebelumnya, yang dipimpin Perdana Menteri Jan Peter Balkenende dari CDA, gulung tikar Februari lalu akibat konflik mengenai peranan tentara Belanda dalam misi NATO di Afghanistan.

Negosiasi kali ini dijadwalkan berakhir pekan ini, karena  Senin (4/10), Geert Wilders harus menghadap ke pengadilan Amsterdam atas tuntutan telah melakukan penghasutan yang menimbulkan  kebencian dan diskriminasi terhadap umat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement