Senin 16 May 2011 15:24 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Radio Cendrawasih, Syiar Islam Melalui Teknologi Berawal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA--Banyak cara untuk menyebarkan syiar islam di nusantara. Salah satunya mengunakan perangkat teknologi bernama radio. Tak bisa dipungkiri,  radio memegang peranan penting guna menyiarkan islam dari kota hingga ke pelosok desa. Peran itu dijalankan hingga ratusan tahun sebelum tergeser oleh teknologi yang lebih canggih yakni televisi.

Satu dari sekian banyak radio bernafaskan Islam yang kini tersisa adalah radio cendrawasih. Radio yang berdiri tahun 1966 ini meyimpan banyak cerita yang terkait siar islam di ibukota. Didirikan oleh keturunan arab yang bernama Sehan Alatas, radio Cenderawasih menyisakan ruang guna menyiarkan ajaran islam. Meski pun bukan murni radio Islam, radio Cenderawasih memiliki sumbangsih besar terhadap syiar islam di Jakarta waktu itu. Beberapa programnya menawarkan pendidikan islam yang berdasarkan Alquran dan Hadist. Sesuatu yang berbeda dari radio lain.

Pada tahun 1970, Radio ini menyiarkan program tanya-jawab seputar tafsir Quran dan Hadis yang dipimpin KH Sukran Makmun dari Pondok pesantren Darul Rokhman Jakarta.  Acara ini mendapatkan respon yang luar biasa dari pendengarnya yang haus akan ilmu agama khususnya tafsir.

Lantaran program tanya jawab sukses menarik pendengar, radio Cendrawasih lantas membuat program yang bernama Tahudil Adilah. Sebuah program yang dipandu KH. Syafii Azami. Radio Cenderawasih  juga membuat program yang bekerjasama dengan Himpunan Seni Budaya Islam atau HASBI. Program yang digarap adalah drama radio yang bernafaskan islam. Maklum saja, cerita drama pada saat itu cenderung duniawi.

Pada tahun 1980-an radio Cenderawasih mulai menyiarkan siaran relay dari pengajian-pengajian tertua di Jakarta seperti pengajian al-Habsiy Kwitang, Darul Mustafa dan Darul Afaf.
Pengajian-pengajian tersebut merupakan yang tertua di jakarta. Baru tahun 2000-an, pengajian bisa didengarkan secara langsung dari lokasi. Hingga kini, siaran langsung dari setiap majelis taklim berlangsung hingga sekarang.

Selain siaran langsung pengajian-pengajian tertua di Jakarta, radio Cenderwasih juga memiliki program siar dakwah tetap semisal mutiara fajar, yasinan dan ratib dari mulai azan magrib berkumandang hingga isya.  Khusus malam kamis, radio ini menyiarkan acara khusus bernuansa islami seperti memutarkan lagu-lagu qasidah dan ceramah-ceramah agama dari para ustad.  Satu hal unik yang dilakukan radio ini adalah membuat program acara yang merupakan hasil kerja sama dengan lembaga seni qasidah Indonesia atau lasqi. Dalam program tersebut, setiap minggunya dipertunjukan penampilan tim-tim ghasidah. Penampilan dimulai pukul 4 sore hingga menjelang magrib.

Namun, perkembangan teknologi tidak lagi berkompromi dengan radio cenderawasih. Teknologi frekuensi radio yang berubah dari AM menjadi FM nampaknya berpengaaruh besar terhadap tenggelamnya radio cenderawasih. Keterbatasan sumber daya, teknologi dan perkembangan masyarakat menjadikan radio cendrawasih menerima cobaan berat. Sekalipun radio-radio AM mulai berguguran ataupun berpindah frekuensi. Radio cenderawasih tetap bertahan. Hal itu diakui penerus radio cenderawasih , Ida Alatas.

Dia menyadari bahwa masa-masa jaya telah meninggalkan radio Cenderawasih. Meski demikian, Ida bersama segenap keluarga Alatas coba mempertahankan radio yang telah berusia 43 tahun ini. Salah satu yang tetap dipertahankan adalah program siaran langsung dari pengajian-pengajian tertua di jakarta. Selain itu, program-program seperti mutiara fajar, hikmah ramadhan dan selingan azan disela acara tetap dipertahankan.

Dalam waktu dekat, dia bersama keluarga alatas yang lain coba menggarap ulang program tanya jawab yang dahulu sempat melambungkan nama Cenderawasih sebagai radio yang gigih menyiarkan ajaran islam. Meskipun ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan. Seperti sisi materi yang mungkin akan lebih ringan tapi tetap berbobot. Hal itu dilakukan mengingat telah terjadi perbedaan karakter masyarakat zaman dahulu dan sekarang. Menurut ida, Masyarakat Jakarta zaman dahulu jauh lebih menghargai nilai-nilai agama ketimbang masyarakat Jakarta zaman sekarang. Sebab itu, dia bersama radio Cendrawasih dengan segala keterbatasanya mencoba membangkitkan kembali kejayaan siar islam yang dinilainya kini jauh mengendur.