Selasa 20 Sep 2011 00:13 WIB

ICW: Pemerintah Lemah Tangani Kasus Korupsi Daerah

Rep: Antara/ Red: Ismail Lazarde

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai komitmen pemerintah dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan kepala daerah di Indonesia masih lemah. Menurut ICW, salah satu indikasi kelemahan tersebut adalah masih diberikannya remisi kepada para koruptor serta jatuhnya vonis bebas terhadap Wakil Wali Kota Bogor Ahmad Ru’yat di Pengadilan Negeri Bandung beberapa waktu lalu.

“Masih banyak penegak hukum yang mudah ‘masuk angin’ saat menangani kasus korupsi, khususnya korupsi pejabat daerah,” ujar Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho di Jakarta, Senin (19/9).

Dia melanjutkan, lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi juga terlihat dari tidak sejalannya antar lembaga dalam penegakan hukum. Di saat KPK gencar menjerat para pelaku korupsi, pemerintah malah terus-menerus memberikan remisi kepada para koruptor yang sudah dibui.

“Ini juga disebabkan karena masih kuatnya kepentingan politik yang bermain,” kata Emerson. Dia pun meminta agar publik terus mengawasi proses hukum kasus korupsi yang melibatkan pejabat daerah yang kini masih dalam tahap penyidikan atau persidangan.

Di Bandung, kasus korupsi dengan terdakwa wali kota bekasi nonaktif Mochtar Mohammad tengah memasuki tahapan pembelaan terdakwa. Jaksa penuntut umum Pengadilan Tipikor Bandung menuntut Mochtar dengan hukuman 12 tahun penjara. Jaksa menilai Mochtar terbukti melakukan empat kasus korupsi dana APBD Kota Bekasi Tahun 2009-2010.

Mochtar dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 ayat (1) atau pasal 12 huruf e atau pasal 13 juncto pasal 15 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam pledoinya, Mochtar mengatakan dakwaan dan tuntutan JPU mengada-ada dan kabur. “JPU mendakwa dan menuntut berdasarkan asumsi yang menghilangkan fakta di persidangan,” kata Mochtar seperti diberitakan Antara, di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (19/9).

Menurut Mochtar, pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan daerah seharusnya berada di tingkat kantor dinas. “Kenapa saya yang didakwa dan dituntut, kan saya tidak ikut dalam penyusunan anggaran APBD tahun 2009, karena sudah ada tim anggaran,” ujar Mochtar.

Menanggapi pledoi Mochtar, jaksa penuntut umum dari KPK menyatakan, pembelaan semacam itu selalu ditemui dalam setiap perkara yang ditangani KPK.

“Soal suap, kalau mereka mengatakan tidak terima ya biasa, siapa yang mau //ngaku// kalau menerima (suap), tapi kami mendapat pengakuan dari yang memberi suap atas perintah,” kata Hadianto usai sidang.

Hadianto mengatakan, KPK melakukan audit terkait dugaan korupsi dana makanan dan minuman sebesar Rp 699 juta melalui kegiatan fiktif audensi dengan tokoh-tokoh masyarakat di Bekasi. “Audit dibantu oleh BPKP.”

Bukti-bukti dari dugaan korupsi APBD Kota Bekasi, kata Hadianto, juga sudah bisa dibuktikan seperti bukti data transfer rekening sampai undangan dinas.

Setidaknya ada empat saksi yang menyatakan dan memperkuat bukti-bukti yang dimiliki KPK. Terkait dakwaan kumulatif, Hadianto menyatakan semua sudah sesuai dengan fakta-fakta di persidangan termasuk keterangan saksi memberatkan sebanyak 43 orang saksi-aksi dari pejabat dan staf Pemkot Bekasi.

Sidang kasus korupsi Bekasi akan dilanjutkan pada Kamis (22/9) mendatang dengan agenda pembacaan tanggapan atas pledoi (replik). “Pembacaan replik dari jaksa penuntut diagendakan Kamis besok,” kata Ketua Majelis Hakim Azharyadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement