Kamis 19 Jan 2012 01:00 WIB

Gaya Hidup Berubah? Awas Stroke Mengincar

Red: Dewi Mardiani
Makanan berlemak tinggi (Ilustrasi)
Makanan berlemak tinggi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Aktivitas dan tuntutan hidup di masyarakat menyebabkan banyak orang mengubah gaya hidupnya. Tingkat stres yang tinggi dan tuntutan hidup membuat mereka memilih untuk menyantap makanan cepat saji dan tak ada waktu untuk olahraga.

Pakar kesehatan masyarakat Universitas Indonesia dr Budi Hartono menjelaskan, gaya hidup masyarakat kota yang gemar menyantap makanan siap saji telah meningkatkan faktor resiko seseorang terkena stroke dan serangan jantung. Hal itu terjadi lantaran LDL (Low Density Lipoprotein), yang ada di dalam makanan siap saji, mengendap di dalam pembuluh darah.

Budi menjelaskan, LDL sebenarnya diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Bahkan tubuh pun memproduksi LDL, sehingga bisa dibayangkan apa jadinya jika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak makanan yang banyak mengandung LDL.

Selain kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, kesibukan masyarakat perkotaan juga membuat orang kota tidak lagi sempat untuk berolahraga. Situasi itu diperparah dengan semakin buruknya kondisi lingkungan saat ini. Misalnya saja, udara kota yang dihirup seseorang sudah tercemar oleh polutan. "Udara menjadi salah satu faktor resiko yang sulit dikendalikan," tuturnya, beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan faktor kebiasaan makan yang semestinya bisa dikendalikan, menurut Budi, faktor resiko stroke dan serangan jantung menjadi pilihan bagi masing-masing orang. Misalnya, katanya, orang bisa memilih makanan yang berbeda, meskipun makan di rumah makan yang sama, sehingga faktor resiko serangan pun berbeda untuk setiap orang.

Jika ditinjau dari faktor kualitas udara yang dihirup, orang tidak bisa memilih. Meskipun orang tersebut hanya ingin menghirup udara bersih saja tanpa karbon monoksida atau polutan lain, namun bila kualitas udara di sekelilingnya tidak memenuhi keinginannya, maka terpaksa ia harus bernafas dengan udara kotor, katanya.

Budi mengatakan, udara yang tercemar karbon monoksida atau polutan lain, seperti udara di Jakarta, bisa membuat oksigen di dalam darah terdesak. Dengan kata lain, darah lebih banyak membawa karbon monoksida ketimbang oksigen. Akibatnya adalah tubuh pun kekurangan oksigen. Salah satu cirinya adalah mudah lelah. Situasi tersebut direspon oleh jantung dengan mempercepat aliran darah ke seluruh tubuh. "Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi, jika pembuluh darah tersumbat," ucapnya.

Penyumbatan pembuluh darah sendiri diakui Budi, tidak terjadi seketika, melainkan penumpukan dari beragam faktor resiko. Tetapi pada situasi tertentu, saat jantung dipicu untuk bekerja lebih keras, penyumbatan pembuluh darah bisa berakibat fatal.

Kondisi tersebut mudah terjadi saat seseorang tertekan, baik secara fisik maupun psikis. Meskipun tidak dipicu oleh kekerasan fisik, emosi yang memuncak bisa menyebabkan tekanan darah meningkat. Pada saat itu, jika terjadi penyumbatan aliran darah, katanya, maka pembuluh darah bisa pecah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement