Rabu 18 Jul 2012 21:30 WIB

Fikih Muslimah: Mengganti Puasa yang Terlewat (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Puasa (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Puasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ada juga kasus lain, yaitu hukum mengganti puasa bagi orang yang sakit berkelanjutan. Bagaimana cara meng-qadha-nya?

Menurut Syekh Jawad, mereka yang sakit terus-menerus, tidak diharuskan meng-qadha puasa dan tidak pula membayar kafarat. Ini sesuai dengan pendapat mayoritas empat mazhab.

Sedangkan menurut Mazhab Imamiyah, pelaksanaan qadha gugur, tetapi ia tetap wajib membayar kafarat sebagaimana tersebut di atas.

Syekh Jawad juga menyinggung soal hukum mengakhirkan qadha puasa Ramadhan dengan niat meng-qadha-nya sebelum Ramadhan kedua. Ini agar ia dapat bersambung antara pelaksanaan qadha yang telah lalu dengan Ramadhan yang akan datang.

Pertanyaannya, bagaimana bila di tengah perjalanan, sebelum niatan itu terlaksana ada uzur yang menghalanginya? Menurut Syekh Jawad, para ulama mazhab berpendapat ia harus membayar kafarat.

Bagaimana bila sebelum terlaksana niatannya itu, ia meninggal dunia? Syekh jawad mengatakan dalam kasus seperti ini, yang wajib meng-qadha ialah para ahli warisnya.

Kewajiban itu mengatakan dalam kasus seperti ini maka yang wajib meng-qadha ialah para ahli warisnya. Kewajiban itu berada di pundak anak paling tua. Pendapat ini disuarakan oleh Mazhab Imamiyah.

Sedangkan menurut Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, anak yang tertua tersebut harus menyedekahkan hartanya satu mud setiap hari untuk puasa yang ditinggalkan orang tuanya. Menurut Mazhab Maliki, sang wali harus menyedekahkannya, selama ia berwasiat untuk bersedekah. Tetapi, bila tidak, ia tidak wajib bersedekah.

Bila kasus orang berutang puasa dan meninggal sebelum membayar puasanya, Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fikih Wanita, mengatakan utang puasa tersebut boleh digantikan oleh walinya. Ini sebagaimana hukum yang berlaku dalam haji.

Pendapat ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan kewajiban qadha puasa, hendaklah walinya berpuasa untuk menggantikannya.” (HR Bukhari).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement