Kamis 16 Aug 2012 17:30 WIB

Jelang Lebaran, Perayaan Agustusan Sepi

Rep: Lingga Permesti, Aldian Wahyu/ Red: M Irwan Ariefyanto
Perayaan 17 Agustus/ilustrasi
Foto: Antara
Perayaan 17 Agustus/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Momentum Agustus 2012 ini boleh jadi merupakan waktu yang paling sepi bagi pedagang pernakpernik perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebab, dua hari menjelang 17 Agustus, dagangan mereka tak mampu menarik pembeli. Tumpukan bendera merah putih, umbul umbul, bambu, hingga pohon pinang sepi peminat. Dompet pun tak tebal tebal, kata mereka. Peringatan 17 Agustus yang ber dekatan dengan Lebaran Idul Fitri bisa jadi penyebabnya. Apa benar demikian? 

Di Banda Aceh, Rahmad (35 tahun) mengeluh soal dagangannya yang tak laris laris. Warga Lampaseh ini sudah empat tahun berdagang perlengkapan Hari Proklamasi dan di tahun keempat ini, kata dia, termasuk yang paling sepi. Dia masih menyimpan harapan pada Jumat ketika perayaan, dagangannya terbeli. “Seperti tahun lalu, tahun ini mungkin juga tidak banyak warga atau organisasi yang menggelar kegiatan perayaan menyemarakkan HUT Kemerdekaan karena bertepatan dengan bulan puasa,” kata pedagang yang menggelar barangnya di kawasan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, itu. Rahmat mendatangkan kain merah putihnya dari Jawa Barat. Sejauh ini, yang laku bukanlah bendera tapi umbul umbul. “Mungkin untuk dipasang di pagar kantor,” katanya.

Kesepian serupa juga terjadi di Medan, Makassar, Karawang, Jakarta, Tangerang, dan beberapa daerah lainnya. “Tidak seperti beberapa tahun sebelumnya, tahun ini minat masyarakat untuk membeli bendera sangat rendah. Apakah ini berkaitan dengan puasa? Saya tidak tahu persis,” kata Basuki, salah seorang penjual bendera di Medan. Menurut dia, pada tahun lalu, menjelang HUT RI setiap hari ia bisa menjual sebanyak 2030 bendera. Namun, sekarang ia hanya mampu menjual 510 lembar bendera setiap harinya dengan berbagai ukuran.

Alhasil, mimpi mendapat laba ratusan ribu hingga jutaan rupiah pun menguap. Seperti mimpi Tarina, pedagang pernak pernik merah putih di Tangerang. Tahun lalu, Tarina bisa membawa duit Rp 4 juta ke kampungnya dari hasil jual bendera. Tapi tahun ini, keuntungannya merosot drastis. “Paling total Rp 600 ribu,” katanya dengan nada kecewa, pada ROL. 

Pedagang pinang pun bernasib serupa. Mereka tak berani stok pohon pinang untuk perlombaan. Adit, pedagang pinang di Joglo, Tangerang, menga takan, kalau pembeli harus memesan terlebih dulu pohonnya, baru ia carikan. Ini ia lakukan untuk mencegah kerugian. “Siapa pula yang mau lomba panjat pinang puasa seperti ini,” kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement