Sabtu 01 Dec 2012 20:56 WIB

Para Biksu Myanmar Protes Aksi Kekerasan Polisi

Red: Djibril Muhammad
Para biksu Myanmar tujun ke jalan, memprotes bantuan OKI terhadap Muslim Rohingnya, Jumat (12/10).
Foto: AFP
Para biksu Myanmar tujun ke jalan, memprotes bantuan OKI terhadap Muslim Rohingnya, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, MONYWA, MYANMAR - Para biksu Buddha melakukan unjuk rasa di dua kota terbesar Myanmar, Sabtu, untuk memprotes tindakan keras polisi ketika membubarkan para demonstran di satu tambang tembaga.

Peraih hadiah Nobel Perdamaian Aug San Suu Kyi dan satu kelompok hak assi manusia menyerukan dilakukan penyelidikan resmi.

Para aktivis mengatakan setidaknya 50 orang cedera Kamis, termsuk lebih dari 20 biksu yang dirawat di rumah sakit, setelah polisi anti-huruhara menyerang kamp-kamp yang dibangun di sekitar tambang twmbaga Monywa oleh penduduk desa yang memprotes pengusiran paksa mereka untuk memberikan jalan bagi perluasan proyek itu.

Polisi menggunakan gas air mata, meriam air dan, menurut para aktivis bom-bom pembakar yang media lokal sebut sebagaio 'bom-bom fosfor.' Banyak dari mereka yang cedera mrnderita luka bakar serius.

Phil Robertson, wakil direktur Asia Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di Amerika Serikat, menyerukan dilakukan penyelidikan cepat dan tidak memihak oleh pemerintah.

"Seorang petugas rumah sakit yag menangani banyak biksu Buddha yang luka bakar dan para pemrotes lainya sepantasnya mengetahui siapa yang menyerang mereka ketika mereka sedang tidur dan pemerintah harus menyelidiki hal itu," bebernya.

"Tindakan keras itu... adalah satu kasus ujian penting bagi komitmen pemerintah bagi pertemuan damai dan kesediaan untuk diminta pertanggungan jawabnya atas penyiksaan," tambahnya.

Myanmar diperintah militer selama hampir setengah abad sampai Mei 2011, tetapi sejak itu pemerintah sipil yang dipimpin Presiden Thein Sein mendorong serangkaian reformasi politik dan ekonomi, yang menyebabkan negara-negara Barat melonggarkan sanksi-sanksi.

Suu Kyi, yang memimpin perjuangan bagi demokrasi selama junta dan kini anggota parlemen, datang ke daerah Monywa di bagian barat laut Sagaing untuk berbicara dengan penduduk lokal pada hari serangan polisi itu. Pada Jumat dia juga menyerukan penyelidikan kasus itu.

"Saya kira rakyat punya hak untuk mengetahui mengapa tindakan keras seperti itu dilakukan," katanya dalam satu jumpa wartawan. "Saya kira perlu meminta maaf kepada para biksu itu."

Suu Kyi mengatakan dia telah menyerukan pihak berwenang membebaskan para biksu yang ditahan, tetapi telah diberitahu tidak ada yang ditahan.

Seorang perwira polisi di Monywa, yang menolak menyebut namanya, mengatakan pengaturan-pengaturan telah dibuat bagi satu permintaan maaf resmi tetapi ia menolak merinci lebih jauh.

Sekitar 40 biksu yang didampingi sekiar 60 orang lainnya melakukan unjuk rasa di sekitar Pagoda Sule di kota Yangon, satu tempat protes yang dipimpin para biksu tahun 2007 yang ditumpas secara kejam oleh pemerintah.

Mereka berjalan melewati kantor-kantor Union of Myamar Economic Holdings Ltd, satu mitra proyek tambang tembaga dengan satu unit China North Industries Corp, satu pabrik senjata China. Pada saat yang sama, setidaknya 100 biksu melakukan unjuk rasa di kota terbesar kedua Mandalay.

Unjukrasa diselenggarakan di tambang tembaga Monywa,selama lebih dari tiga bulan itu dianggap sebagai ujian atas kesediaan pemerintah untuk mengizinkan protes damai dan sikapnya terhadap pencaplokan tanah.

Penduduk lokal mengatakan perluasan tambang bernilai satu miliar dolar AS menyebabkan penyitaan lebih dari 3.160 hektar tanah. Mereka mengemukakan kepada Reuters September lalu empat dari 26 desa di lokasi proyek itu telah terlantar berikut biara-biara dan sekolah-sekolah.

Stasiun televisi pemerintah mengatakan persis sebelum tindakan keras itu bahwa semua pekerjaan proyek dihentikan sejak 18 November sebagai akibat protes-protes itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement