Kamis 24 Oct 2013 21:18 WIB

'Paham Nyeleneh Muncul karena Pemahaman Agama Dangkal'

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Para pemuka agama dari pusat dan daerah bertemu dalam Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Intern Pemuka Agama Islam Pusat dan Daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kamis (24/10).
Foto: REPUBLIKA/Siwi Tri Puji
Para pemuka agama dari pusat dan daerah bertemu dalam Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Intern Pemuka Agama Islam Pusat dan Daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kamis (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Berkembangnya aliran yang dianggap sesat di masyarakat dinilai muncul karena pemahaman agama dangkal. Ini bisa terjadi karena dakwah yang tak menyentuh semua kalangan umat.

"Ini kesalahan kita bersama. Perlu dirumuskan ulang formula dakwah untuk meningkatkan pemahaman agama umat," kata Dr H Kosasi, Kepala Kantor Wilayah kementerian Agama Kalimantan Timur, di sela-sela Dialog Multikultural Tokoh Agama Pusat dan Daerah di Samarinda.

Ia memandang dakwah perlu dilakukan untuk menjangkau semua lapisan umat. "Kebanyakan yang terpikat ajaran nyeleneh adalah mereka yang mengaku Muslim tapi jauh dari tuntunan agama," katanya.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Negeri Sangata Kabupaten Kutai Timur menvonis Guru Bantil yang bergelar Syekh Muhammad Ganti selama 30 bulan. Ia terbukti secara sah melanggar pasal 378 KUHP, setelah mengaku sebagai Wali Allah dan menyebarkan ajaran 'zakat diri'.

Dalam ajarannya, dia mewajibkan pengikutnya membayar sebesar Rp 1 juta pertahun jika ingin selamat dari api neraka dan masuk surga. MUI setempat menyatakan ajaran Ganti menyimpang karena bertentangan dengan Alquran dan hadis.

Belum selesai kasus Guru Bantil, berkembang pula ajaran yang dibawa Antung Mukhtar yang mengajarkan pengikutnya bahwa shalat lima waktu tidak wajib. Selain itu, Sekretaris Cabang NU Kutai Kartanegara, Roisul Anam, mengungkapkan bahwa dua tahun belakangan ini muncul aliran baru yang menggabungkan ajaran semua agama di Indonesia dengan nama agama Bahai.

Kosasih menekankan dia telah meminta para juru dakwah untuk mengubah metode berdakwah. "Jangan hanya berceramah di masjid-masjid. Kalau di masjid, sudah jelas yang datang adalah umat yang sudah tercerahkan," katanya.

Ia meminta agar dakwah dilakukan langsung di tengah masyarakat. "Dengan demikian, sekecil apapun riak akan segera bisa diatasi," katanya.

Seruan inidiamini salah satu pengurus Dewan Masjid Indonesia, Ahmad Yani. Menurutnya, kehadiran aliran nyeleneh bisa diendus dari awal, sebelum meluas dan berhasil merekrut banyak pengikut.

"Jika ada pengajian dilakukan ditempat tertutup, diikuti sedikit orang, dilakukan tidak di masjid dan di waktu-waktu yang tak biasanya orang mengaji, patut dicurigai apa yang diajarkan dalam pengajian ini," katanya.

Dialog Multikultural Antar pemuka Agama Pusat dan daerah di Samarinda diikuti sekitar 90 pimpinan ormas Islam dari pusat dan provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan ini antara lain ditujukan untuk membangun jembatan komunikasi yang lebih intensif antara pimpinan ormas Islam pusat dan daerah dalam rangka menyatukan visi dalam pengembangan wawasan multikultural di kalangan umat Islam.

"Selain itu, juga untuk menumbuhkan sikap saling mengerti, menghargai, toleransi, mempercayai, dan bekerja sama di antara pimpinan ormas Islam pusat dan daerah," kata Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, saat membuka dialog itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement