Ahad 27 Oct 2013 13:40 WIB

Pembangunan Jembatan Kedaung 'Mogok', Perahu Eretan Angkut Ribuan Orang

Rep: Nurhamidah/ Red: Djibril Muhammad
Pembangunan Jembatan (Ilustrasi)
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Pembangunan Jembatan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pembangunan Jembatan Kedaung Tahap I proyek Pemenrintah Provinsi Banten dengan kontrak Rp 23 miliar masih belum terlaksana.

Pembangunan Jembatan tersebut dalam kontrak selama 150 hari rencananya sebagai penghubung wilayah Kelurahan Kedaung Baru, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang dengan Desa Kedaung Barat, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.

Perahu eretan menjadi solusi warga Kabupaten Tangerang yang akan menuju Bandara Soekarno Hatta maupun wilayah Kota Tangerang lainnya.

Kedua wilayah tersebut terpisahkan oleh Sungai Cisadane sehingga warga harus menyewa jasa perahu eretan.

Terlihat pada bagian jalan penghubung sudah di konblok untuk wilayah kota. Sedangkan untuk wilayah kabupaten masih akan dipasang konblok pada bagian jalan setelah naik perahu eretan.

Terlihat papan pengumuman bertuliskan Pembangunan Jembatan Kedaung Baru Tahap I atas nama Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Bina Marga dan Tata Ruang. Adapun sumber pendanaan berasal dari APBD Provinsi Banten tahun anggaran 2013.

Sedangkan waktu pelaksanaan 150 hari oleh pelaksana konstruksi PT Alam Baru Jaya. Serta konsultan supervisi yakni PT Data Engineering Konsultan. Pada bagian plang tersebut juga tertulis 'Kegiatan ini dilaksanakan dengan biaya sebagian dari pajak yang saudara bayar.'

Icih (55 tahun) isteri dari pemilik usaha perahu eretan mengatakan beberapa pihak dari Pemprov Banten sudah beberapa kali mengunjungi tempat tersebut.

"Sudah beberapa kali kesini tapi rumah saya katanya hanya dapat ganti rugi Rp 7 juta kalau jembatan dibangun. Ini bukan tanah garapan milik pemerintah, dulu orang tua beli dari tuan tanah," paparnya kepada Republika, Ahad (27/10).

Menurut dia sejak lahir keluarganya sudah tinggal di Kelurahan Kedaung Baru.

Dia memiliki surat jual beli tanah hanya saja menyesalkan karena sempat terjadi kebakaran. Adapun rumah yang dimilikinya seluas 250 meter per segi. Apabila ada kebijakan lain maka dia berharap harga ganti rugi bisa sesuai.

Selain itu, apabila jembatan akan dibangun maka akan mematikan mata pencaharian keluarganya yakni perahu eretan. Adapula mengenai nasib para pekerja penarik perahu yang mencapai 30 orang yang menggantungkan hidup padanya.

Dia bersama suaminya memiliki dua perahu eretan yang terbuat dari kayu sejak dua tahun lalu. Adapun jumlah pekerja penarik perahu sekitar 20– 0 selama 24 jam dengan tiga shift. Dalam sehari bisa mengangkut ribuan sepeda motor dan warga.

"Sekali jalan saja bisa ngangkut 20 – 30 motor bersama orangnya. Kalau seharian dari pagi sampai malam bisa sampai 5 ribu motor," katanya.

Hal itu belum termasuk warga yang tidak membawa sepeda motor. Dalam sehari bisa mendapat penghasilan Rp 1 juta bahkan lebih. Apabila sedang ramai bisa membayar pekerja Rp 100–200 ribu per orang.

Pascapenutupan Jembatan Pintu Air Sepuluh maka banyak warga beralih menggunakan perahu eretan sehingga bertambah penghasilan. Adapun tarif untuk sekali jalan berkisar Rp 1.000 – 2.000 untuk sepeda motor beserta pemiliknya. Sedangkan untuk warga yang tidak membawa motor Rp 500 – 1.000 per orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement