Selasa 29 Oct 2013 11:07 WIB

Mahalnya Nilai Kejujuran

Red: Heri Ruslan
Kejujuran (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Kejujuran (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr HM Harry Mulya Zein

 

Kejujuran terkesan sudah menjadi sesuatu yang mahal di negeri ini. Berbuat dan berkata dusta (berbohong) terkesan menjadi suatu hal yang lumrah. Kedustaan seakan diumbar tanpa memiliki rasa bersalah dan takut akan ganjaran dosa.

Individu, masyarakat dan bangsa yang sudah tidak mengutamakan kejujuran dipastikan kehancuran akan mudah menghampiri kita. Kejujuran adalah dasar dari kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Kejujuran adalah prasyarat utama pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berlandaskan prinsip saling percaya, kasih sayang, dan tolong menolong. Kejujuran adalah inti dari akhlak yang merupakan salah satu tujuan dari diutusnya Rasulullah oleh Allah SWT.

Hakikat kejujuran ialah mengatakan sesuatu dengan jujur di tempat (situasi) yang tidak ada sesuatu pun yang menjadi penyelamat kecuali kedustaan. Secara psikologis, kejujuran akan mendatangkan ketentraman jiwa. Sebaliknya seseorang yang tidak jujur pasti tega melakukan perbuatan serta menutupi kebenaran.

Kedustaan dan ketidakjujuran akan selalu meresahkan masyarakat, yang pada gilirannnya akan mengancam stabilitas sosial. Ketidakjujuran selalu akan melahirkan kepada ketidakadilan, disebabkan karena orang yang tidak jujur akan tega menginjak-injak keadilan demi keuntungan material pribadi atau golongannya saja.

Pribadi yang jujur merupakan roh kehidupan yang teramat fundamental, karena setiap penyimpangan dari prinsip kejujuran pada hakikatnya akan berbenturan dengan suara hati nurani. Seperti contoh, para penyelenggara Negara pada setiap aktivitas dalam rangka melayani masyarakat tentunya tidak menanggalkan prinsip kejujuran.

Kejujuran juga akan melahirkan penghargaan terhadap hak hak orang lain. Sebab kejujuran sebagaimana yang telah kita uraikan diatas juga akan menumbuhkembangkan kecintaan terhadap kebenaran, keadilan dan kedisiplinan. Namun kejujuran tidak akan datang begitu saja, tetapi harus diperjuangkan dengan sabar dan sungguh-sungguh. Seorang ulama menegaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat membantu kita dalam mencoba meraih kejujuran.

Pertama, akal yang wajib memandang buruk kedustaan apalagi jika kedustaan itu sama sekali tidak mendatangkan kemanfaatan dan tidak mencegah bahaya.

Kedua, agama dan syariat yang memerintahkan untuk mengikuti kebenaran dan kejujuran serta memperingatkan bahaya kedustaan.

Ketiga, kedewasaaan diri kita yang menjadi salah satu faktor pencegah kedustaan dan kekuatan pendorong menuju kebenaran.

Keempat, memperolah kepercayaan dan penghargaan masyarakat. Ada sebuah kata mutiara; “Jadikanlah kebenaran (al Haq) sebagai tempat kembalimu (rujukanmu), kejujuran segai tempat pemberangkatanmu, sebab kebenaran adalah penolong paling kuat dan kejujuran adalah pendamping utama”.

           

Terakhir, ada baiknya kita menyimak pidato Abu Bakar ash-Shiddiq ra. yang dilansir dari kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, bab Masa Khulafaur Rasyidin, karya Ibnu Katsir. Selepas dibaiat, Abu Bakar mulai berpidato setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, ‘Amma ba’du, “Para hadirin sekalian, sesungguhnya aku telah terpilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik. Maka jika aku berbuat kebaikan bantulah aku. Dan jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan.”

Karena itu, sejatinya pribadi Muslim untuk terus membangun kejujuran dalam melakukan semua aktivitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement