Rabu 20 Nov 2013 08:08 WIB

Kontra-Intelijen Indonesia Diminta Berbenah

Red: Dewi Mardiani
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik-intelijen Mayjen TNI (Pur) Glenny Kairupan MSc, mengemukakan bahwa program kontra-intelijen di Indonesia harus berbenah. Itu tujuannya guna merespons kasus penyadapan oleh pihak asing, terlebih terhadap kepala negara dan pejabat tinggi pemerintah.

"Dengan adanya kemajuan tekonologi, masalah sadap-menyadap atau intel-menginteli itu hal biasa. Satu-satunya obat, kalau mereka menginteli, kita lakukan kontra-intel, jadi kita juga menginteli mereka," katanya saat diwawancara Antara di Jakarta, Rabu (20/11).

Harian Sydney Morning Herald (SMH) dari Australia dan The Guardian dari Inggris, terbitan Senin (18/11), mengungkap penyadapan selain kepada telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Laman radio Australia ABC menyebutkan dalam materi dokumen intelijen yang dibocorkan Edward Snowden, mantan pegawai kontrak Badan Rahasia Nasional Amerika Serikat (NSA), yang diperoleh ABC dan Guardian yang disiarkan pada Senin (18/11) mengungkap Australia menyadap pembicaraan telepon Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia pada 2009.

Informasi itu menunjukkan intelijen Australia menyadap pembicaraan telepon SBY setidaknya sekali. Intel Australia juga melacak aktivitas telepon seluler SBY selama 15 hari pada Agustus 2009, di mana data itu berasal dari Agen Intelijen Elektronik Australia (Defence Signal Directorate, yang sekarang berubah menjadi Australia Signals Directorate).

Glenny Kairupan yang juga mantan perwira Direktorat B urusan luar negeri Badan Intelijen Stategis (BAIS) ABRI (saat ini TNI) itu, mengemukakan dengan peristiwa itu, mau tidak mau, program kontra-intelijen dari badan intelijen yang ada mesti melakukan perbaikan.

"Sekarang kita tidak bisa menutup diri, apalagi secara prinsip semua peralatan teknologi yang menggunakan udara bisa disadap, apalagi yang pakai kabel," kata mantan pengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu.

Dia menjelaskan sejarah dari hubungan negara ini, ASEAN, dan juga Australia. "Kita juga tahu, Australia menjadi 'tangan kanan' Amerika Serikat di Pasifik," katanya. "Intinya, mereka melihat Indonesia kalau tidak 'di-protect' berbahaya, karena pengalaman ada Trikora, Dwikora, Seroja, dan lainnya sehingga mereka 'concern' sekali pada Republik Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement