Ahad 26 Jan 2014 19:05 WIB

Berdakwah dengan Cinta

Red: Damanhuri Zuhri
Dakwah
Foto: wordpress.com
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Anjar Fahmiarto

Islam adalah agama cinta. Agama ini sangat menghormati perbedaan, toleransi, dan mengajarkan saling menghormati meski berbeda keyakinan.

Islam sangat melarang kekerasan terhadap kelompok lain, penindasan, pembunuhan, teror, dan menyebar kebencian.

Islam adalah agama kasih sayang. Diajarkan di dalamnya tentang mencintai sesama umat manusia, kasih sayang yang tulus terhadap mereka yang papa dan menderita, menyantuni anak yatim dan fakir miskin.

Islam memerintahkan umatnya untuk saling menolong dan memberi dengan dasar keikhlasan dan hanya mengharapkan ridha Allah SWT semata.

Islam tidak disebarkan dengan peperangan dan kekerasan. Sebaliknya, Islam datang dengan damai dan penuh kasih sayang.

Lihatlah apa yang dilakukan para wali dan tokoh Islam berabad-abad lalu saat menyebarkan agama Ilahi ini.

Tidak ada paksaan dan kekerasan. Tidak pula disertai dengan perang dan kebencian. Islam disebarkan dengan cara damai dan cinta kasih.

Islam disebarkan di Indonesia melalui jalur perdagangan. Para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, Hadramaut, dan Gujarat menjadi pihak yang paling terkenal sebagai pedagang Islam.

Selain berdagang, mereka juga berdakwah di tempat singgah selama berdagang. Mereka juga menyebarkan agama Islam.

Pada masa inilah para imigran Cina (Tionghoa) Muslim menyebarkan ajaran agama Islam secara tidak langsung.

Disebut tidak langsung karena sebenarnya tujuan mereka datang ke nusantara untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi mereka, bukan tujuan menyampaikan Islam atau berdakwah.

Namun, karena mereka Muslim, mereka pun secara tak langsung memengaruhi perilaku penduduk di sekitarnya, mengenalkan Islam dan ibadah dalam kesehariannya.

Meski kedatangan etnis Tionghoa Muslim tidak untuk berdakwah, keberadaan mereka punya dampak dalam perkembangan dakwah.

Salah satunya adalah karena proses asimilasi, perkawinan dengan penduduk setempat yang kemudian mereka menjadi Muslim.

Beberapa daerah yang menjadi tujuan para imigran Tionghoa Muslim, di antaranya Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Jejak-jejak mereka berupa peninggalan masjid dan bangunan lainnya masih bisa kita temui

Jelaslah. Islam datang dengan cinta dan disebarkan dengan cinta pula. Ini pula yang dilakukan oleh para wali yang tergabung dalam Wali Songo. Mereka menggunakan banyak medium untuk menyebarkan nilai-nilai ilahiah ini.

Misalnya, dengan seni wayang dan tembang, seperti yang dilakukan Kanjeng Sunan Kalijaga. Sebuah pilihan yang cerdas mengingat saat itu masyarakat Jawa yang menjadi sasaran dakwah sangat menggandrungi kesenian, khususnya wayang.

Maka tak heran, jika isi pesan dakwah dengan mudah masuk dan diterima masyarakat. Tidak ada retensi dan perlawanan. Jika pun ada kelompok yang menentang dan menghalang-halangi, semua dihadapi dengan kesabaran dan kasih sayang.

Kini, kasih sayang pula yang harus dikedepankan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam. Kearifan masa lalu yang diterapkan para wali dan dai perlu terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan menyebarkan Islam kepada saudara kita dari etnis Tionghoa.

Kini, batas-batas pemisah antara etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia dari suku lainnya semakin pudar. Jika dulu masyarakat Tionghoa dianggap berbeda dan diperlakukan tidak adil, kini tidak lagi.

Geliat dan eksistensi masyarakat Tionghoa pun semakin terlihat. Mereka tak lagi diwajibkan untuk mengganti namanya agar berbau Indonesia, dibolehkan menggelar seni budaya aslinya, seperti Barongsai, juga merayakan Imlek. Bahkan, kini banyak dari kalangan Tionghoa yang memutuskan untuk masuk Islam.

Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Anton Medan, mengatakan kini semakin banyak masyarakat Tionghoa yang sadar pada eksistensinya.

Berlindung pada konsep bhinneka tunggal ika, mereka pun kini semakin menyadari mereka adalah bagian dari bangsa ini.

Sebagai Muslim, pihaknya ingin merengkuh semakin banyak orang Tionghoa. Jalan dakwah pun disiapkan agar mereka bisa mengenalkan konsep Islam yang sebenarnya kepada mereka.

''Kita perlu melakukan revitalisasi dakwah. Orang Tionghoa yang bukan Muslim jangan dijauhi, namun harus terus dijalin silaturahimnya, agar mereka kenal Islam itu baik, tak seperti dugaan mereka,'' ungkap Anton Medan.

Telah lama masyarakat Tionghoa mendapatkan perlakuan tidak adil, sering timbul rasa kurang simpatik dengan Islam.

Selama ini, orang-orang pribumi merendahkan mereka, menghina, memanfaatkan, serta memalak mereka. Padahal, itu hanya oknum karena tidak semua orang Islam seperti itu.

Jalan dakwah yang paling efektif untuk merengkuh masyarakat Tionghoa adalah dengan membuat mereka mengenal Islam yang sebenarnya lebih dulu.

Kita beri contoh bahwa kita yang telah menjadi Muslim ini akhlaknya baik, perilakunya sopan, dan menghormati semua manusia tak memandang agamanya.

Perlu dijelaskan, Islam mengajarkan hal-hal baik seperti ajaran leluhur Cina, misalnya, berperilaku sopan, hormat kepada orang tua, dan berbagai perilaku positif lainnya.

Selalu beretika baik perlu ditunjukkan agar masyarakat Tionghoa tahu, Islam mengajarkan hal yang baik dan tidak memandangnya sebagai hal yang negatif.

Jadi, kuncinya adalah pendekatan dengan hati dan nurani, dengan cinta, dan kasih sayang. Jauhi kekerasan dan kebencian.

Dengan banyak menyebarkan cinta, jalan dakwah akan semakin terbuka dengan lebar dan diterima oleh masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement