Senin 24 Feb 2014 05:27 WIB

Masjid Pusdai, Modern tanpa Menepikan Unsur Lokalitas (2)

Red: Chairul Akhmad
Serambi Masjid Pusdai di Kota Bandung, Jawa Barat.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Serambi Masjid Pusdai di Kota Bandung, Jawa Barat.

Oleh: Mohammad Akbar

Sebagai gambaran umum, bagian dalam masjid yang mampu menampung 4.600 jamaah memiliki dua lantai. Lantai kedua, yang merupakan mezanin, dipergunakan untuk ibadah bagi jamaah wanita.

Langit-langit didesain terbuka. Hal ini membuat struktur plafon bangunan yang rumit tadi bisa dengan mudah terlihat. Taufiq mengungkapkan, jarak antara dasar lantai dan bagian teratas kubah mencapai 19-20 meter.

Jarak yang cukup tinggi inilah yang membuat sirkulasi udara di dalam masjid berjalan cukup baik. ''Alhamdulillah, semuanya didesain secara alami. Di sini kita tidak menggunakan AC (air conditioner),'' katanya.

Selama bertahun-tahun mengurus Masjid Pusdai, Taufiq mengaku baru satu kali merasa kepanasan saat berada di dalam ruangan utama. Kondisi itu terjadi karena saat itu ada acara yang dihadiri anak-anak sekolah. ''Jumlah mereka sangat banyak serta aktivitasnya juga cukup padat.''

Untuk pencahayaan, masjid ini memiliki bidang-bidang kaca yang dipasang di sela-sela tumpukan atap. Di bagian dalam masjid ini pula, dihadirkan lampu gantung bergaya tradisional.

Jika malam tiba, lampu gantung ini mampu menghadirkan suasana yang kontemplatif lewat sinarnya yang temaram. ''Kita berharap dengan temaram lampu bisa menciptakan rasa khusyuk dalam beribadah,'' kata Taufiq.

Selain bentuk atapnya, unsur lokalitas Sunda lainnya pada masjid ini tersaji pula pada beberapa corak ukiran dekoratif. Ada ukiran berbentuk bunga teh, patra kumala, hingga melati. Motif bunga-bunga tersebut menghiasi hampir setiap sudut. Bahkan, motif itu sangat dominan terlihat pada bagian pintu dan mihrab.

Minim kaligrafi

Di masjid ini, juga didesain cukup elegan dan mewah. Ciri Timur Tengah terlihat dari bentuk-bentuk lengkung yang menghiasinya. Bagaimana dengan dekorasi berupa kaligrafi? Di mihrab, ada memang kaligrafi, tetapi tidak banyak.

Menurut Taufik, perancang masjid ini memang tidak banyak menempelkan kaligrafi ayat Alquran di dinding masjid. Kaligrafi itu terlihat seadanya saja. Yakni, hanya menempel secara sederhana di sisi kiri dan kanan pada dinding sisi mihrab. ''Kita sengaja tidak terlalu banyak menghadirkan hiasan kaligrafi di tembok supaya jamaah bisa fokus dalam beribadah,'' kata Taufiq.

Kini, tengoklah menara yang menjulang setinggi 33 meter. Bukan sembarang angka. Angka 33 meter ini merujuk pada jumlah zikir selepas shalat.

Menara masjid ini berbentuk kotak dan lurus tanpa banyak hiasan, semisal ukiran, sebagaimana yang hadir di bagian interior. ''Untuk menara ini, kami lebih mengedepankan sisi fungsionalnya saja,'' jelas Taufiq.

Selain ruang utama, masjid ini juga memiliki plaza dan selasar. Plaza biasanya digunakan sebagai tempat untuk menggelar berbagai macam kegiatan. Mulai dari acara konser, bazar, sampai tempat latihan manasik haji. Sementara, selasar berfungsi sebagai penghubung antarruang. Selasar juga bisa dimanfaatkan untuk shalat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement