Home >> >>
KPU Diminta Akomodasi Hak Pilih Penyandang Gangguan Jiwa
Rabu , 19 Mar 2014, 16:23 WIB
Sejumlah siswa berkebutuhan khusus mengikuti sosialisasi pencoblosan Pemilu 2014 di Sekolah Luar Biasa (SLB) Paket B Pangudi Luhur, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (26/2). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Jiwa Sehat meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan hak pilih kepada penyandang gangguan jiwa (orang dengan disabilitas mental/ODDM). Menurut mereka, ODDM dimasukkan dalam kategori penyandang disabilitas.

"Kita mengharapkan hak pilih bagi penderita gangguan jiwa tak hilang karena itu hak dasar dan dimiliki semua orang tanpa kecuali. Penderita gangguan jiwa itu punya hak yang sama," ujar perwakilan Perhimpunan Jiwa Sehat, Irmansyah di kantor KPU, Jakarta, Rabu (19/3).

Menurut Irmasnyah, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU No 19/2011. Konvensi tersebut menjelaskan disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik. 

Selama ini, banyak KPU daerah menghapus penyandang gangguan jiwa dari daftar pemilih. Tentu saja penghapusan itu dipandang keliru. 

"Memilih itu hak semua orang. Kalau dia karena gangguannya enggak mau atau tidak mampu itu lain hal. Tapi haknya memberikan suara tidak boleh dibatasi. KPU harus mendorong mereka gunakan hak pilihnya," ujarnya.

Perhimpunan Jiwa Sehat berharap mereka yang memiliki gangguan jiwa difasilitasi, terutama di rumah sakit jiwa. Karena mereka yang masuk dalam perawatan jumlahnya cukup banyak. Akan sangat baik jika mereka difasilitasi untuk hak pilihnya. 

Dengan begitu, pemilu juga memberi ruang ODDM hak pilih dalam pesta demokrasi tahun ini. Sehingga bisa menghapus stigma negatif terhadap penderita gangguan jiwa dan proses pemulihan mereka.

Penderita gangguan jiwa, lanjut Irmansyah, bisa merasa dihargai, dihormati dan diterima di masyarakat serta eksistensinya menjadi nyata. Proses penerimaan publik juga bisa membuat kepercayaan diri mereka meningkat. 

Perhimpunan Jiwa Sehat menilai tidak perlu lagi diperdebatkan aspek rasionalitas terhadap hak pilih ODDM. "Orang yang kampanye saja enggak rasional. Masa 'Pilihlah Kumis!' Mana rasionalnya? Jadi enggak perlu. Ini bukan soal mampu atau tidak, tapi ini hak," kata dia.

Perhimpunan Jiwa Sehat memberi estimasi penyandang gangguan jiwa yang berhak memilih cukup banyak. Sayangnya, saat ini masih ada stigma keliru di masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa tidak berhak memilih karena undang-undang sebelumnya.

Menurut Irmansyah, pemilih penyandang gangguan jiwa saat memberikan hak pilihnya memang ada yang tak perlu pendampingan. Saat mendatangani KPU untuk beraudiensi dengan komisioner KPU, membawa tiga penyandang gangguan jiwa dan normal.

"Sama saja kayak orang sakit, kalau dia lumpuh dia perlu bantu. Memang ada yang betul-betul parah dan tidak mau, atau saat itu masih mengalami agitasi, tapi jumlahnya sangat kecil. Secara umum tidak perlu pendampingan," jelasnya.

Dalam UU No 8/2012 tentang Pemilu, disebutkan WNI boleh memilih bagi yang telah berumur 17 tahun atau sudah menikah. Di situ tidak disebutkan adanya pengecualian yang membuat ODDM tidak mempunyai hak pilih.

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : Ira Sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar