Kamis 15 May 2014 21:05 WIB

Laut Indonesia Mampu Serap 138 Juta Ton Karbon

Rep: Harun Husein / Red: Djibril Muhammad
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo
Foto: kkp.go.id
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, mengatakan ekosistem laut dan pesisir di Indonesia diperkirakan mampu menyerap hingga 138 juta ton karbon per tahun. Efektivitas penyerapan karbon oleh kedua ekosistem itu, lima kali lipat dibanding hutan hujan tropis.

"Indonesia memiliki ekosistem mangrove 3,1 juta hektare, atau 23 persen dari mangrove dunia. Indonesia juga memiliki padang lamun 30 juta hektare atau yang terbesar di dunia," papar Sharif pada pembukaan International Blue Carbon Symposium (IBCS), di Manado Convention Center, Kamis (15/5).

IBCS merupakan salah satu bagian dari kegiatan World Coral Reef Conference (WCRC) yang digelar di Manado hingga 17 Mei mendatang.

Fungsi penting pesisir dan laut tropis sebagai tempat penyimpanan karbon inilah, yang selama ini dikenal dengan istilah karbon biru (blue carbon). Fungsi penyimpanan karbon di laut dan pesisir itu, merupakan temuan baru para ahli.

Sharif menambahkan, analisis global pertama yang diterbitkan --tentang karbon yang tersimpan di padang lamun-- melaporkan bahwa ekosistem lamun (lautan) dapat menyimpan hingga 830 ton karbon per meter kubik per hektare. Terutama sedimen di bawah padang lamun. Demikian pula mangrove (pesisir) yang dikenal memiliki produktivitas tinggi dalam siklus karbon.

"Ekosistem ini (padang lamun dan mangrove) dapat menyimpan sejumlah besar karbon dalam sedimen organik yang dalam, dan menyimpan karbon kemampuannya lima kali lebih banyak dibanding hutan hujan tropis," papar Sharif.

Laut dan pesisir Indonesia yang beriklim hangat, kata Sharif, merupakan habitat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove dan padang lamun. Apalagi, jantung segitiga terumbu karang pun berada di Indonesia.

"Kita harapkan ekosistem ini dapat mengurangi 25 persen emisi karbon secara global, dan juga dapat memberikan manfaat langsung pada masyarakat nelayan," kata Sharif.

Indonesia sebagai negara kepulauan, kata Sharif, harus siap mengambil peran aktif dalam forum regional dan internasional untuk mempromosikan peran ekosistem pesisir dan laut dalam upaya mengurangi emisi karbon. 

Peran aktif itu antara lain sudah ditunjukkan dengan pembentukan Blue Carbon Center sebagai pusat pengembangan kepakaran, teknologi dan ilmu pengetahuan mengenai karbon biru.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Achmad Poernomo, mengatakan Blue Carbon Center merupakan lembaga pertama di dunia yang fokus meneliti karbon biru. "Dengan adanya lembaga ini, kita harapkan pemerintah dan peneliti akan lebih fokus," katanya di sela pelaksanaan IBCS.

Tapi, Achmad Poernomo juga mengaku prihatin terhadap kerusakan hutan mangrove yang terus terjadi. "Laju kerusakannya mencapai 10,3 persen. Dibanding negara lain, kita masih termasuk rendah. Tapi, ini tetap harus kita cegah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement