Kamis 31 Jul 2014 16:49 WIB

PDIP Klarifikasi Tuduhan Wikileaks Kepada Megawati

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Fernan Rahadi
Megawati Soekarnoputri
Foto: antara
Megawati Soekarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan menyesalkan pemberitaan yang menuduh Megawati Soekarnoputri terlibat skandal korupsi berdasarkan informasi yang dikeluarkan situs Wikileaks. Pasalnya PDI Perjuangan menilai informasi yang disampaikan Wikileaks tidak berdasarkan fakta.

"PDI Perjuangan menyesalkan adanya pemberitaan tanpa fakta," kata Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo dalam pesan singkat kepada Republika, Kamis (31/7).

Tjahjo menilai media yang mengutip informasi dari Wikileaks hanya sekadar ingin mencari sensasi. Dia mengingatkan bahwa Megawati adalah tokoh nasional yang membidani lahirnya Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Dimana KPK dibentuk saat Megawati menjadi presiden kelima Indonesia.

"Maka terhadap pemberitaan Wikileaks selain tidak berdasar, juga sama sekali tidak benar," ujar Tjahjo.

Mengacu pada informasi yang dikeluar Wikileaks, Tjahjo menyatakan pada 1999 Megawati belum menjadi presiden. Dalam konteks itu Megawati sama sekali tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pencetakan uang yang dilakukan RBA Securities dan Note Printing Australia. Sehingga, Tjahjo menilai tidak relevan apabila Wikileaks menyebut ada perintah khusus dari Pemerintah Australia agar melindungi Megawati.

"Apa yang dituduhkan pun sama sekali tidak benar. Selain itu memang tidak ada hal-hal perlu disembunyikan," ujarnya.

Tjahjo juga menilai informasi yang disebarkan Wikileaks tidak berbeda dengan pemalsuan sejumlah situs yang bertujuan mengurangi dukungan rakyat kepada Jokowi. Alhasil PDI Perjuangan berkesimpulan pemberitaan Megawati terlibat skandal korupsi yang didasarkan pada informasi Wikileaks hanyalah imbas dari kontestasi politik 2014.

"Atas berbagai hal yang terjadi untuk menurunkan kredibilitas Ibu Megawati dan Bapak Jokowi, maka PDI Perjuangan memastikan bahwa berbagai issue yang tidak bertanggung jawab tersebut hanyalah ekses yg muncul di tahun politik 2014 ini," papar Tjahjo.

Sebelumnya pada 29 Juli 2019 situs Wikileaks menginformasikan adanya perintah dari Pemerintah Australia agar tidak mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan para pemimpin di Asia dengan anak perusahaan RBA Securities dan Note Printing Australia. Perintah itu dikeluarkan untuk mencegah kerusakan hubungan internasional Australia.

Ada 17 orang yang disebut Wikileaks terlibat kasus itu di antaranya: Perdana Menteri Malaysia atau mantannya, Presiden Vietnam saat ini Truong Tan San, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri, dan 14 pejabat senior lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement