Jumat 05 Sep 2014 12:00 WIB

H Kurdi Musthopha: Ajang Pengendalian Diri

Red:

Esensi berangkat haji adalah memenuhi undangan Allah ke Baitullah (rumah Allah). Seorang yang datang sebagai tamu ke rumah-Nya tentulah berlaku dengan sebaik-baiknya. Bertamu ke rumah seorang kepala negara saja tak akan mungkin bertingkah tak baik, apalagi bertamu ke Rabb yang menciptakan kepala negara itu.

Itulah adab yang mesti diperhatikan seorang yang ingin berangkat ke Tanah Suci. Seperti diterangkan dalam Alquran, surah al-Baqarah ayat 197, "Siapa yang telah diwajibkan haji baginya maka janganlah berkata rafats (cabul), berbuat fasik, atau berdebat selama haji. Dan, apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah SWT Maha Mengetahuinya. Berbekallah (untuk berangkat haji), sesungguhnya bekal terbaik adalah takwa."

Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) H Kurdi Musthopha mengatakan, dalam ayat ini secara jelas disebutkan bagaimana persiapan bekal keberangkatan haji hingga adab-adab jamaah haji selama di Tanah Suci. Tidak pantas untuk berbicara jorok lagi cabul, berdebat, atau berbuat fasik, padahal ia sedang menjadi tamu Allah. Hal yang sangat memalukan untuk dilakukan seorang tamu, apalagi menjadi tamu Allah. Berikut wawancara selengkapnya dengan wartawan Republika, Hannan Putra.

Bagaimana kiat mendapatkan haji mabrur?

Pertama sekali, tentu saja seluruh syarat dan rukun haji harus terpenuhi. Bagaimana kita menjalankan haji sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Kemudian, akhlak jamaah haji ketika menjalankan ibadah di Tanah Suci harus memenuhi ketentuan-ketentuan syariah.

Seperti yang dijelaskan dalam Alquran, mereka yang sedang menjalankan haji tidak boleh rafats (perkataan cabul), berbuat fasik, dan berjidal (berdebat). (QS al-Baqarah [2]: 197). Problema selama menunaikan haji itu luar biasa. Jadi, memang jamaah haji ini perlu ekstra sabar.

Apabila seluruhnya itu sudah dapat dilaksanakan, tinggal bagaimana mempertahankannya. Kuncinya ada tiga. Pertama, meningkat kualitas dan kuantitas ibadahnya. Kedua, menurun kuantitas dan kualitas maksiatnya. Ketiga, meningkat kepedulian sosialnya.

Ketika haji itu, mereka dianjurkan banyak introspeksi diri dengan melihat kejadian-kejadian dan tempat-tempat sejarah, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan banyak melihat itulah, hendaknya jamaah haji lebih peduli dengan lingkungan sekitar.

Ibadah haji itu bukan ibadah individual, tetapi berjamaah. Tidak ada amalan-amalan ketika haji yang bersifat lisan, kecuali niatnya saja. Selebihnya adalah amalan gerakan. Coba kita lihat, tawaf itu kita bergerak, sa’i bergerak, melontar jumrah bergerak, dan seterusnya. Artinya, jamaah haji yang mabrur adalah jamaah haji yang bergerak untuk kemaslahatan masyarakat, khususnya umat Islam. Saya rasa disanalah esensi dari haji mabrur itu.

Apa perbuatan yang bisa merusak ibadah haji?

Pada intinya, seperti yang disebutkan Alquran, yaitu rafats (perkataan cabul), fasik, dan berdebat. Ini adalah larangan dan pantangan yang harus dijauhi.

Kemudian, lalai dan tidak peduli dengan ketentuan-ketentuan syariat. Banyak hal yang tidak boleh, tapi diabaikan begitu saja. Misalnya, larangan ketika berihram, tanpa sadar ia membuka auratnya. Mungkin karena ketidaktahuan atau malah kesengajaan. Ada juga jamaah yang lalai ketika tawaf atau sa'I, seperti lupa hitungan sudah berapa kali putaran.

Banyak jamaah haji yang melanggar ketentuan-ketentuan haji, padahal dia sebenarnya tahu. Ada juga menggampang-gampangkan urusan. Banyak juga jamaah haji yang berdebat sampai keluar urat lehernya itu karena bersitegang. Inilah yang merusak ibadah haji kita dan harus dihindari.

Bekal apa yang harus ada untuk menunaikan haji?

Dimensi spiritual itu adalah ketakwaan, seperti diterangkan dalam Alquran, "Berbekallah dan sebaik-baik bekal itu adalah takwa." (QS al-Baqarah [2]: 197). Esensi ketakwaan itu adalah kepasrahan dan tunduk kepada Allah. Manifestasinya adalah haji dengan memenuhi panggilan Allah, seperti yang dikumandangkan labbaikallahumma labbaik (kami penuhi panggilan-Mu).

Itulah miniatur perjalanan haji yang intinya perjalanan menghadap Tuhan. Ingat saja, waktu kita berihram semuanya serbaputih-putih seakan itu semua adalah kain kafan bagi kita. Seakan kita akan dipanggil untuk menghadap-Nya. Jadi, esensi dari haji itu sebagaimana esensi takwa, yaitu kepasrahan dan tawakal kepada Allah SWT.

Apa makna seorang jamaah haji adalah tamu Allah?

Allah memuliakan hamba-hamba-Nya yang datang memenuhi panggilan-Nya. Dalam beberapa hadis juga disebutkan, Allah menyebut nama hamba-hamba-Nya yang datang dari seluruh dunia dengan tertatih-tatih. Karena mereka (jamaah haji yang datang ke Tanah Suci) tersebut memuliakan dan mengagungkan Asma' (nama-nama) Allah.

Saya kira, intinya ada di situ, untuk menunjukkan para hamba itu betul-betul berserah diri kepada Allah. Jamaah haji menyerahkan segala-galanya dan datang memenuhi panggilan Allah. Intinya, ketika semuanya telah kita serahkan kepada Allah, kita menafikan (meniadakan) apa yang menjadi keinginannya selama itu. Kita lupakan semua ambisi kita soal harta, kedudukan, dan jabatan ketika itu. Hanya satu ketika itu, hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah.

Kalimat talbiyah yang didengungkan jamaah haji labbaikallahumma labbaik itu sama esensinya dengan Ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi (ya Allah, Engkaulah maksudku dan ridha Engkau yang aku tuntut). Itulah makna dari kalimat talbiyah itu.

Pesan untuk jamaah haji Indonesia yang berangkat tahun ini?

Atas nama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), saya menyampaikan pesan agar menjalankan ibadah sebaik-baiknya. Mari kita penuhi panggilan Allah sesuai dengan ketentuan yang disyariatkan. Allah SWT yang kita tuju dan mencari keridhaannyalah yang kita cari.

Kemudian, teruslah beribadah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jalankan itu semua dengan penuh tawakal dan kesabaran. Insya Allah, Allah SWT akan memudahkan semua urusan kita di sana.

Kepada jamaah haji yang masih muda dan secara fisik masih kuat, banyak-banyaklah menolong jamaah haji yang berisiko tinggi. Jangan bersifat egois karena ibadah haji adalah ibadah ijtima'iyah (ibadah bersama-sama). Yakinlah, ketika kita banyak menolong orang, Allah akan senantiasa menolong kita. Semua urusan kita akan dimudahkan pula.

Bagaimana pengelolaan haji dari tahun ke tahun?

Saya kira, tahun ini alhamdulillah sudah baik. Walau dari persiapan mengalami banyak masalah, saya lihat sudah baik sekarang ini. Positifnya, mengenai pemondokan dan transparansi, dan keberangkatan masing-masing emberkasi sudah baik. Cuma yang embarkasi dari Jawa Barat sedikit terkendala.

Catatan saja, di Embarkasi Jawa Barat, seperti di Asrama Haji Bekasi yang dikomplain oleh jamaah, segera ditindaklanjuti. Tapi, secara keseluruhan, seluruh pelayanan haji saya rasa sudah baik dan memadai.  rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement