Jumat 24 Oct 2014 13:30 WIB

Tantangan Global

Red:

Pertemuan para menteri keuangan negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Beijing, Cina, dikejutkan dengan data terbaru yang disampaikan Bank Dunia. Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal mendungnya perekonomian global.

Pertumbuhan ekonomi 2014 diprediksi buram, penuh dengan catatan kelam. Angkanya pun cukup signifikan. Ekonomi dunia yang semula diprediksi tumbuh 3,2 persen, ternyata Bank Dunia meralatnya menjadi hanya 2,6 persen.

Mantan kepala Bappenas dan menteri keuangan Indonesia ini mengakui ada sejumlah masalah mendasar di kawasan yang menjadi penyebab kelamnya perekonomian global. Salah satunya adalah kemungkinan stagnasinya lokomotif pertumbuhan ekonomi global, yakni di negara-negara berkembang. Padahal, ekonomi di negara-negara berkembang telah berjalan melambat sejak krisis 2008 melanda seiring dengan perlambatan di negara-negara maju.

Munculnya kantong-kantong kerentanan baru di negara-negara berkembang terjadi bersamaan dengan skeptisisme yang muncul terhadap kinerja ekonomi negara-negara maju. Sri Mulyani menyebut ada tiga hal yang bisa berdampak pada risiko global, yakni harga komoditas yang terus melemah; wabah ebola yang melanda Afrika Barat; dan ketidakstabilan politik dengan adanya perlawanan dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Sebagai eksportir sejumlah produk komoditas, Sri menyebut Indonesia dan Mongolia menjadi di antara negara di Asia Timur yang bakal terdampak. Masalahnya, catatan kelamnya ekonomi global ini tidak hanya pada 2014, tapi juga bisa berlanjut pada tahun depan. Bank Dunia memproyeksikan penurunan ekspektasi pertumbuhan pada 2015 dibandingkan tahun sebelumnya.

Gejolak ekonomi global ini mesti diantisipasi cermat pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Solusi kebijakannya pun harus mujarab. Dan, itu semua harus dimulai dengan penentuan tim ekonomi kabinet Jokowi-JK yang tepat.

Tim ekonomi yang dipilih haruslah mengutamakan keberpihakan pada konsep Trisakti yang selama ini didengungkan Jokowi dalam setiap kampanye selama pilpres. Tim ekonomi harus berdaulat dalam bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Visi Trisakti ini jelas menekankan pada keberpihakan terhadap ekonomi nasional. Sosok menteri di tim ekonomi haruslah yang peduli pada usaha kerakyatan yang berbasiskan produk dalam negeri.

Tantangan ekonomi global itu mengharuskan kuatnya perputaran konsumsi domestik yang bisa menjadi lokomotif bertumbuhnya ekonomi nasional. Beri peluang sebesar-besarnya bagi usaha rakyat untuk berkembang di negeri sendiri.

Neraca perdagangan yang kerap defisit karena lebih besar impor daripada ekspor mesti dicari jalan keluarnya dengan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Pemerintah mesti memfasilitasi hal ini dengan beragam cara. Sebab, produk yang berdaya saing tentu akan mudah melakukan penetrasi pasar ke negara lain.

Sedangkan, lesunya perekonomian negara-negara maju yang selama ini menjadi tujuan ekspor Indonesia, harus dicarikan pasar-pasar baru nontradisional. Negara-negara di Timur Tengah dan Asia Timur bisa menjadi alternatif. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 sebenarnya bisa pula menjadi peluang baru bagi Indonesia untuk memperluas pasar jika tim ekonomi di kabinet Jokowi-JK adalah orang-orang yang peduli pada kemandirian.

Karena itu, Jokowi-JK mesti teguh pendirian pada visi Trisakti. Pilihlah tim ekonomi yang memegang kuat visi yang digaungkan Bung Karno tersebut. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement