Jumat 07 Nov 2014 01:11 WIB

Ibu Korban JIS: Saya Terpaksa Bicara Lagi di Sini

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Mansyur Faqih
Seorang petugas beraktivitas di lokasi kejahatan seksual dituduhkan terjadi dan dilakukan oleh guru JIS, Jakarta Selatan, Jumat (13/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Seorang petugas beraktivitas di lokasi kejahatan seksual dituduhkan terjadi dan dilakukan oleh guru JIS, Jakarta Selatan, Jumat (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Theresia, ibu korban AK (6 tahun), dan Dewi ibu korban AL (6) menyangkal kalau kasus kekerasan seksual yang menimpa anak mereka di Jakarta International School (JIS) adalah rekayasa.  

"Saya sebenarnya tak mau bicara pada media massa. Namun JIS terus menginformasikan yang salah kepada media dengan menggiring opini bahwa kasus sodomi di JIS tak pernah ada. Hanya khayalan anak-anak, makanya saya terpaksa bicara lagi di sini," kata Theresia, Kamis, (6/11).

Berdasarkan visum RS Pondok Indah yang dilihat Republika terdapat keterangan abdominal: anuscopy, tampak luka lecet dan terdapat nanah. Artinya terdapat luka lecet dan terdapat nanah pada anus AK.

Fakta ini, terang Theresia, selalu disangkal oleh JIS. Mereka selalu menyatakan kepada media massa, dalam visum tidak ditemukan luka pada anus anaknya.

"Saya marah, saya jengkel makanya saya harus berbicara kepada media. Sebab kejahatan seksual seperti ini tidak boleh dibiarkan," ujarnya.

Dewi menambahkan, awalnya juga tidak percaya kalau anaknya menjadi korban kekerasan seksual di JIS. Namun setelah satu bulan mencari tahu dan melihat perubahan perilaku pada AL, dia jadi paham anakanya juga mengalami sodomi.

"Bahkan saya sempat bertengkar dengan suami saya karena dia tidak percaya AL jadi korban sodomi. Tapi setelah bukti-bukti menunjukkan hal itu, suami saya percaya dan sangat terpukul," kata Dewi.

Menurutnya, setelah AK, sebenarnya terjadi kekerasan seks pada anak warga negara Jerman berinisial D. Si D  dibawa ke quiet zone dan di sana terjadi pelecehan. 

"Anak saya dipukuli, disuntik, disodomi. AL juga  diancam  dibunuh jika memberi tahu orang tua," kata Dewi.

Saat ini baik AK dan AL melaksanakan home schooling. AK tidak bisa belajar di luar rumah karena dua sekolah menolaknya karena pernah mengalami kasus kekerasan seksual. Sedangkan AL memilih home schooling karena trauma sekolah di luar tidak aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement