Rabu 10 Dec 2014 17:09 WIB

'Pelaku Usaha Harus Buat Sertifikasi ISPO Minyak Sawit'

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sertifikasi menjamin pasar produk sawit Indonesia, sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan perekonomian di pedesaan. Oleh karena itu, pemerintah meminta kalangan industri sawit di Tanah Air untuk segera menerapkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) hingga akhir 2014.

Kebijakan tersebut terus didorong agar pelaku usaha sawit dapat menerapkan sertifikat ISPO guna mendukung pengembangan budidaya yang berkelanjutan. Ketua Harian Komisi ISPO, Rosediana Suharto mengatakan, sertifikasi ini merupakan bentuk instrumen yang digunakan untuk mengawal perdagangan.

Karena, WTO memperbolehkan negara untuk menerapkan technical barrier to trade yang bentuknya berupa standar. Menurut Roesdiana, dari 127 perusahaan di Indonesia yang sudah mendaftar, baru 63 perusahaan sawit yang telah resmi mendapatkan sertifikasi.

Apabila sampai akhir 2014, perusahaan tersebut belum memperlihatkan keinginan untuk sertifikasi ISPO. Maka diberikan tenggat waktu sampai 1,5 tahun ke depan terhitung mulai awal 2015 mendatang.

"Apabila dalam kurun waktu 1,5 tahun tidak ada keinginan untuk sertifikasi, maka IUP-nya akan dicabut," ujar Roesdiana, Rabu (10/12). Saat ini sudah ada 30 perusahaan lagi yang sedang dalam proses untuk sertfikasi dan diharapkan sampai akhir tahun ini ada 100 perusahaan yang mendapatkan sertifikasi.

Roesdiana menambahkan, banyaknya perusahaan yang belum mendapatkan sertifikasi dikarenakan terbentur dengan persyaratan yang belum lengkap. Padahal, sertifikasi ini dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas.

"Sertifikasi memang tidak bisa dipaksakan, jadi kalau perusahaan itu tidak mau mengajukan sertifikasi kita tidak bisa paksa karena ini sangat transparan dan independen," ujar Roesdiana.  

Sertifikasi dapat menjadi jaminan bahwa perusahaan sawit tersebut legal, sehingga dapat menembus pasar internasional. Salah satu perusahaan yang telah berkomitmen untuk melakukan sertifikasi adalah Asian Agri.

Perusahaan ini telah mendorong lebih dari 75 persen petaninya untuk memperoleh sertifikasi. General Manager Asian Agri, Freddy Wijaya mengatakan bahwa salah satu manfaat sertifikasi adalah dapat meningkatkan akses pasar, terutama di Uni Eropa. Tanpa sertifikasi, pasar Eropa menjadi tantangan besar bagi industri sawit.

"Pada 2013 lalu, Asian Agri berhasil mendapatkan sejumlah premium minyak sawit bersertifikasi sebesar 220 dolar AS dan telah dibagikan kepada petani plasma yang menjadi mitra kami," ujar Freddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement