Rabu 24 Dec 2014 21:30 WIB

Pameran Seni di Kota Tua

Rep: C04/ Red: Erdy Nasrul
 Sejumlah pengujung melintasi Museum Fatahillah yang masih dalam tahap konservasi di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (28/10).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Sejumlah pengujung melintasi Museum Fatahillah yang masih dalam tahap konservasi di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (28/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai sebulan lebih mengikuti lokakarya yang digelar pada beberapa bulan lalu, 40 peserta dari berbagai perguruan tinggi yang mengikuti lokakarya Video, Arsitektur, Fotografi, Seni Digital, akhirnya berkesempatan untuk menampilkan karyanya di tiga lokasi berbeda di kawasan Kota Tua.

Lokakarya ini di selenggarakan oleh Jakarta 32'C dan Ruang Rupa. Forum mahasiswa ini memilih wajah Kota Tua dan segala fenomenanya untuk dintervensi secara artistik serta hasil akhirnya dipresentasikan kepada publik. Sepenuhnya pula Jakarta 32°C akhirnya lebih condong untuk mencerburkan diri dalam konsep lokakarya anak muda. Karena, program aplikasi karya, resmi ditiadakan dalam episode kali ini.

Menurut Reza 'Asung' salah satu anggota komunitas ini, banyak kota di dunia dibangun melalui fondasi teori Kevin A. Lynch dalam buku Image of the City. Mahasiswa pun biasanya menggunakan kacamata Lynch untuk menganalisa identitas sebuah kota. "Nah, kawasan Kota Tua dinilai sangat pas dalam kadar apapun untuk diulik secara artitsik tentang citra dan identitas pembangunan fisik dan sosialnya. Terlebih, wilayah ini sudah dikenal sebagai landmark, salah satu elemen teori Lynch, dari Jakarta," kata ayah dua anak ini.

Selama dua bulan, sejak Oktober-Desember, para peserta lokakarya diajak eksplorasi, negosiasi, interaksi, dan intervensi ruang sosial ekonomi kawasan kota tua. Narasi dari situs Kota Tua diharapkan menjadi acuan partisipan menemukan medium seni yang segar dan mengundang dialog kritis.

Bagi komikus Azer, sumber sejarah di Kota Tua ini juga bisa masuk dalam perubahan pembangunan Jakarta dalam periode-periode tertentu. "Proyek seni ini akan melihat permasalahan ini sebagai refleksi untuk dibenturkan pada ironi yang terjadi di Jakarta saat ini,” ujar Azer saat ditemui di sela pameran berlangsung pada, Sabtu (13/12) lalu.

Peserta lokakarya sendiri dalam hal ini didampingi para mentor dan pemateri yang sudah ahli dibidangnya. Di antaranya, Farid Rakun, Gita Hastarika, Reza Mustar, Ardi Yunanto, Saleh Husein, Dwi ‘Ube’ Wicaksono, Mahardika Yudha, Dibyokusumo Hadipamenang, Ade Darmawan, Reza ‘Asung’ Afisina, MG Pringgotono, Anton Ismael, Gardu House, Jakarta Wasted Artist.

Yang menarik perhatian adalah bagaimana Jakarta Wasted Artist (JWA) mengeksekusi medium seni mereka. Bertanggung jawab di ranah seni digital, dan bernegosiasi langsung dengan masyarakat. Mereka mencoba melakukan pertukaran grafis terhadap papan reklame di lapak-lapak sektor informal yang ikonik di Jakarta. “Pada awalnya kita nggak ngobrolin tentang software dan teknik kepada para peserta lokakarya, tapi benar-benar ngomongin bagaimana perilaku digital art itu ada di dalam masyarakat, ” ujar Reza 'Asung' kepada pewarta yang hadir saat pembukaan pameran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement