Selasa 13 Jan 2015 14:49 WIB

Mabes AD Akui Banyak Prajurit Ketika Daftar Harus Membayar

Red: Erik Purnama Putra
Kadispenad Kolonel Wiryanto.
Foto: Republika/Erik PP
Kadispenad Kolonel Wiryanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Besar TNI AD (Mabes AD) mengakui, sebagian besar prajurit TNI AD ketika mendaftar harus mengeluarkan dana. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Kolonel Wuryanto menyatakan, hasil penelusuran internal ditemukan bukti bahwa 70 persen prajurit kedapatan membayar ketika masuk militer kepada oknum yang memanfaatkan peluang itu.

Faktanya, kata dia, dalam aturan tertulis setiap calon yang ingin menjadi TNI tidak dipungut biaya. Hanya saja, tidak sedikit di antara mereka yang mau saja menyetorkan uang dengan dana tertentu kepada oknum TNI. Padahal, oknum yang menerima duit tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kelulusan.

"Masih ada anggapan masuk tentara itu bayar, kita selidiki di satuan lebih 70 persen masuk prajurit itu bayar. Ini kesalahan itu bayar. Ini tak ada hubungannya lulus tidaknya seorang prajurit," kata Wuryanto dalam peringatan HUT Penerangan TNI AD ke-64 di Jakarta, Selasa (13/1).

"Pembayaran yang dilakukan prajurit saat masuk dengan membayar itu tak ada hubungannya. Kelulusan itu hasil dari seleksi, tes, dan diumumkan terbuka."

Menurut dia, setiap tahunnya Mabes AD membuka lima kali tes penerimaan calon TNI. Dua melalui jalur tamtama, satu bintara, satu akademi militer, dan satu calon perwira. Dia mengilustrasikan, kalau satu orang dfatar tamtama membayar Rp 25 juta, bintara membayar Rp 40 juta, dan perwira Rp 100 juta maka oknum tersebut akan menerima dana banyak.

Karena itu, ia menegaskan, tidak ada satu pun, di luar panitia perekrutan resmi yang bisa meluluskan calon. Masalah itu menjadi perhatian khusus yang akan diberantas petinggi TNI AD.

"Kepanitiaan seleksi sangat ketat, tak ada intervensi, calo adalah orang yang menjaring keuntungan calon-calon ini. Diembuskan masuk TNI bayar ini bayar itu. Nanti gak lulus dikembalikan separuh, ini bayar tak sedikit, tak kecil," kata mantan komandan Korem 051/Wijayakarta tersebut.

Wuryanto melanjutkan, kalau ditemukan anggota TNI AD menjadi makelar penerimaan calon tentara maka sanksinya berat. Pasalnya, dari proses masuk TNI yang tidak benar itu nantinya bisa menjadi potensi buruk bagi penegakan disiplin militer.

"Ini sumber pelanggaran prajurit di TNI, karena harus membayar atau memberikan ke calo," katanya. "Penerimaan masuk TNI tak dipungut biaya. Yakinkan itu, sampaikan ke masyarakat, siapkan calon prajurit terbaiknya. Saat ini, seluruh jajaran TNI AD menjaring juga di pedalaman dan perbatasan, luar pulau, bukan hanya di kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement