Kamis 05 Mar 2015 21:54 WIB

Pakar: Tak Masalah Kewenangan Kepala Staf Kepresidenan Ditambah

Red: Bayu Hermawan
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan.
Foto: Republika/Wihdan
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 26 tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresiden. Dengan Perpres itu, kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan pun ditambah.

Pakar hukum tata negara, Irman Putra Siddin mengatakan pada dasarnya, tidak ada salahnya Presiden Jokowi merevisi Perpres nomor 190 tahun 2014, menjadi Perpres Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden. Meskipun Perpres itu dapat saja menambah bentuk koordinasi menteri-menteri dengan Presiden Jokowi melalui Luhut, bukan Wapres Kalla.

"Nggak ada masalah. Bisa dikomunikasikan saja oleh Jokowi kepada menteri-menterinya," kata Irman Putra Siddin saat dihubungi Republika, Kamis (5/3) di Jakarta.

Irman melanjutkan, dirinya belum melihat adanya peluang munculnya koordinasi berlebihan di dalam tubuh pemerintah ketika Perpres 26/2015 diberlakukan, seperti yang dikhawatirkan Wapres Jusuf Kalla.

Namun, lanjut Irman, bila memang Wapres Kalla melihat hal itu, maka komunikasi dengan Presiden Jokowi dapat digiatkan. Sehingga, keberatan dari Wapres tidak mesti diperhadapkan dengan keputusan itu.

"Lagian kan bisa saja berkeberatan sebagai wakil presiden, memberi tahu kepada Presiden. Tapi otoritasnya kembali ke Presiden," ujarnya.

Irman lantas menegaskan, penambahan kewenangan Luhut dengan Perpres itu bukanlah soal dalam tata negara. Meskipun, dapat saja hal yang berbeda pada politik. "Ya itu masalahnya. Tidak dikomunikasikan. Bukan masalah yuridis itu," ucapnya.

Secara terpisah, pakar hukum tata negara Refly Harun juga berpandangan serupa. Refly menyebutkan, Perpres itu merupakan otoritas Presiden Jokowi.

Maka bila Wapres Kalla mengkhawatirkan peluang kesimpangsiuran manajemen dalam tubuh pemerintah, menurut Refly, yang diutamakan Wapres Kalla mestinya mendukung Presiden Jokowi dengan tetap bersinergi menghadapi soal bersama. Jangan terutama mengungkapnya ke publik.

"Wapres itu pembantu presiden. Seharusnya Wapres mensupport apa pun keputusan Presiden. Jadi kalau misal keberatan, mestinya tidak disampaikan ke publik. Cukup pembicaraan di belakang layar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement