Kamis 19 Mar 2015 16:34 WIB

Pemerintah Belum Miliki Data Valid Catatan Kasus di Bisnis Sawit

Rep: Sonia Fitri / Red: Dwi Murdaningsih
Foto udara sebuah kawasan pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit di kawasan Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (22/6).
Foto: Antara
Foto udara sebuah kawasan pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit di kawasan Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah rupanya sampai saat ini belum memiliki data pasti soal berapa banyak catatan kasus pelanggaran lingkungan di lahan sawit. Pemerintah juga belum memiliki data yang seragam soal data nama perusahaan yang belum memenuhi syarat pengusahaan lahan.

"Data pastinya kita ada di masing-masing kementerian, dan itu pun datanya berbeda-beda, memang harusnya ada data yang terintegrasi sehingga kita bisa tepat dalam menyelesaikan permaaslahan," kata Staf Khusus Sekretaris Kabinet (Seskab) Republik Indonesia Jaleswari Pramodhawardhani pada Media Briefing bertajuk "Membongkar Sistem Perizinan Sektor Sawit Untuk Menjaga Masyarakat Adat", Kamis (19/3). 

Maka, tugas Seskab adalah mengkomunikasikan hal tersebut antar kementerian terkait. Agar dari komunikasi dan koordinasi yang baik, akan tercipta solusi yang sinergi. Misalnya soal penegakkan moratorium izin pengusahaan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau PP No 68/2010 tentang tata cara penataan ruang oleh masyarakat. 

Koordinasi, lanjut dia, penting bukan hanya dalam upaya pembentukan Satuan Tugas (satgas). Ia juga penting agar regulasi antara satu kemenerian dengan kementerian lainnya tak tumpang tindih. Serta, semua perangkat pemerintah dari mulai pusat dan daerah agar bisa tegas menindak segala bentuk pelanggaran lingkungan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.

Mempertanyakan soal data kasus pelanggaran lingkungan dan kriminalisasi masyarakat adat, Deputi Direktur Sawit Watch Ahmad Surambo rupanya punya data. Ia mencatat, untuk perkebunan kelapa sawit kelapa sawit, banyak perusahaan yang belum memiliki sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) tapi bisa seenaknya beroperasi. 

"Kita mencatat hingga Januasi 2015, dari 1200 perusahaan hanya 63 perusahaan saja yang baru daftar ISPO," kata dia. Padahal, dalam peraturan Menteri Keuangan ditegaskan pada akhir 2014 seluruh perusahaan sawit harus memiliki sertifikat ISPO.

Selain itu, sejak 2000 hingga saat ini, tercatat 776 komunitas adat yang dikriminalisasi dan kebanyakan dari mereka kasus hukumnya terkatung-katung. Makanya, menurutnya pembentukan Satgas Lingkungan Hidup penting dan ia harus punya "gigi". Maksudnya, satgas harus bisa sampai punya wewenang menindak hukum terhadap para pelanggar. "Agar kuat, satgas atau badan apapun itu namanya, harus bertanggung jawab langsung di bawah presiden," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement