Kamis 09 Apr 2015 23:09 WIB

AJI: Pencabutan Pemblokiran Saja tidak Cukup

Rep: C14/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.
Foto: facebook
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memasukkan 12 situs media Islam yang sebelumnya diblokir ke dalam normalisasi. Artinya, situs-situs tersebut dalam waktu dekat akan dicabut dari status pemblokiran, meski dengan pengawasan.

Terkait itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono menilai, pencabutan blokir saja tidak cukup. Suwarjono menegaskan, pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam memblokir sebuah situs atau media penyalur ekspresi lainnya.

Bahkan, lanjut Suwarjono, pihaknya mendesak agar pemblokiran tidak lagi dilakukan pemerintah. Akan tetapi, pemblokiran mesti merupakan hasil putusan pengadilan.

“Sebenarnya AJI sampai saat ini mendorong agar proses pemblokiran itu tidak dilakukan oleh Kemenkominfo. Karena Kemenkominfo tidak mempunyai landasan hukum yang cukup kuat untuk memblokir. Ini bukan hanya soal konten tapi aspek legalitas pemblokiran,” tutur Suwarjono saat dihubungi, Kamis (9/4) di Jakarta.

Suwarjono menjelaskan, dengan cara pengadilan, pemblokiran sebuah media bisa meruangkan banding. Sehingga, bila ada ketidakpuasan dari pihak yang akan diblokir, mekanismenya jelas.

Sebab, kata Suwarjono, keputusan pengadilan memiliki parameter yang jelas. “Jadi kita mendorong Kemenkominfo untuk tidak memblokir apa pun. Yang ada, upaya banding. Tidak ada gugat-menggugat putusan hakim,” ungkap dia.

Lebih jauh, Suwarjono menegaskan, bila wewenang pemblokiran masih di tangan pemerintah, rakyat bisa berpeluang dalam masalah pengekangan kebebasan berekspresi. Dengan menggunakan jalan hukum atau pemblokiran lewat putusan pengadilan, ada kemungkinan untuk mengonfirmasi secara terbuka, letak konten-konten negatif sebuah situs. Sehingga, publik dapat melihat secara jelas.

“Memang harusnya yang memberi keputusan (pemblokiran), pengadilan, bukan pemerintah. Karena bila pemerintah diberi kewenangan (memblokir), maka sangat bahaya bagi tidak hanya kebebasan berekspresi tapi juga kemungkinan digunakan untuk membungkam masyarakat,” pungkas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement