Selasa 02 Jun 2015 18:33 WIB

Pesantren Bukan Tempat Orang-Orang Gagal

Rep: c28/ Red: Agung Sasongko
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony J Blinken (kanan) memberikan sambutan saat mengunjungi pondok Pesantren Darunnajah, Ulujami, Jakarta, Rabu (20/5).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony J Blinken (kanan) memberikan sambutan saat mengunjungi pondok Pesantren Darunnajah, Ulujami, Jakarta, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rabitah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU), Miftah Faqih menilai pondok pesantren memiliki keunikan ketimbang sekolah formal lainnya  “Sekolah formal terkadang menghadirkan siswa merasa takut. Terbukti kenapa,? setiap kali menghadapi  Ujian Nasional (UN) seolah menghadapi keperangan yang sangat menakutkan," kata dia kepada ROL, Selasa (2/6).

Buktinya apa, kata dia, di setiap sekolah mengadakan istighosah, doa bersama jelang ujian nasiona. Padahal di pesantren Istighosah setiap hari dilakukan, minimal setiap Jumat.

Ia menjelaskan, setiap malam para santri qiyamul lail bersama pengasuhnya dan kiyai untuk mendidirkan shalat tahajud, tasbih, dan sunah lainya. Baginya di pesantren tidak ada yang sunah hanya wajib dan haram.

Menurutnya, apabila santri dianggap tidak memiliki kemampuan apa-apa. Justru santri ialah manusia suci yang siap pada saat boyong dari pesantren akan megang peran baik mengawal kehidupan bangsa dan negara. “Saya pastikan pesantren bukanlah tempat orang-orang yang gagal, mereka memiliki peran penting bagi bangsa ini.” tegasnya.

“Nyatanya, Pesantren juga memberi kontribusi bagi lahirnya pemimpin bangsa ini. Bahkan, sejak zaman pra-kemerdekaan, pesantren sudah mengambil peran aktif melawan penjajah. Hal Ini dapat  dipahami pasalnya pesantren lahir jauh sebelum Indonesia merdeka” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa alumni pesantren pasti siap dihadapan masyarakat umum, ialah sebagai imam dihadapan masyarakat. “Alumni pesantren di hadapan masyarakat sebagi imam.” Katanya.

“Pasalnya pesantren membekali ilmu dan akhlaq, iman dan amal shaleh, ketakwaan individu dan kearifan lokalm, dan kebiasan suasana kebiasaan di kota santri, selain itu juga bekal cara bersikap dengan orang yang berbeda-beda, dan budaya berbeda-beda pula.  “Di sinilah penanaman nilai keragaman dan perbedaan pendapat yang selalu ditanamkan.” Ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement