Rabu 29 Jul 2015 13:00 WIB

BKPM Fokus Tarik Tiga Sektor Investasi dari Singapura

Red: Satya Festiani
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani berbicara saat menggelar keterangan pers realisasi investasi Triwulan II Tahun 2015 di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (27/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani berbicara saat menggelar keterangan pers realisasi investasi Triwulan II Tahun 2015 di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal menyatakan akan fokus menarik investasi Singapura di tiga sektor, yakni maritim, infrastruktur, dan manufaktur.

Kepala BKPM Franky Sibarani melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (29/7), mengatakan pihaknya akan menggandeng lembaga pemerintah Singapura terkait investasi dan perdagangan luar negeri untuk mendorong masuknya investasi Singapura di tiga sektor tersebut.

"Kami menyepakati untuk bekerja sama mendorong masuknya investasi Singapura di sektor maritim, infrastruktur dan manufaktur. Ketiga sektor tersebut merupakan fokus pemerintah untuk dikembangkan mendorong ekonomi Indonesia ke depan yang berbasis produksi," katanya.

Franky yang mendampingi Presiden Jokowi dalam kunjungan kenegaraan di Singapura, Selasa (28/7), menambahkan pihaknya juga mengadakan pembicaraan dengan kepala lembaga Singapura yang mengurusi investasi dan perdagangan luar negeri Singapura, untuk menindaklanjuti kunjungan Presiden Jokowi ini dalam kegiatan forum bisnis bilateral.

Ia mengatakan Singapura merupakan salah satu dari lima negara yang menjadi fokus pemasaran investasi BKPM selain Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan. Singapura juga tercatat merupakan negara yang paling banyak menanamkan modalnya di Indonesia.

Berdasarkan data BKPM, total investasi Singapura ke Indonesia periode 2010 hingga semester I 2015 sebesar 28,35 miliar dolar AS dengan fokus pada sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi (46 persen); tanaman pangan dan perkebunan (12 persen); pertambangan dan industri makanan (masing-masing 7 persen); serta listrik, gas, dan air (5 persen).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement