Rabu 30 Sep 2015 09:35 WIB

Ekonomi Sulit, Pengusaha dan Buruh tak Capai Kesepakatan

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Erik Purnama Putra
Bank Dunia memperkirakan di 2015 sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonominya.
Foto: dok Republika
Bank Dunia memperkirakan di 2015 sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonominya.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dewan Pengupahan Daerah (DPD) Kota Solo mengajukan dua angka pilihan kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar penentuan upah minimum kota (UMK). Itu dilakukan lantaran tidak ada kesepakatan antara perwakilan buruh maupun pengusaha dalam musyawarah DPD.

Hudi Wasisto, Ketua SPN (Serikat Pekerja Nasional) Solo, Rabu (30/9), membenarkan muncul dua angka pilihan KHL. Pihak buruh bersikukuh mempertahankan angka Rp 1.417.900 per bulan, atau naik 15 persen dari tahun lalu. Pihak pengusaha mengajukan angka lebih kecil, Rp 1.386.000.

Munculnya angka KHL yang dikeluarkan pihak buruh, kata Hudi, mengacu pada inflasi Desember 2014 yang mencapai 2,28 persen. Pihak pengusaha beranggapan inflasi Desember 2014 yang digunakan acuan untuk menentukan KHL saat ini hanya 0,28 persen.

Berhubung tidak ada titik kesepakatan penetapan satu angka KHL, DPD sepakat untuk mengajukan dua angka KHL kepada Pj Walikota Solo. Dua angka opsi tersebut agar diteruskan kepada Gubernur Jateng untuk ditetapkan.

Baniningsih Tedjokartono, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Solo, UMK Solo idealnya memang naik 10 persen. Hal itu mengingat gejolak ekonomi yang terjadi saat ini. Lantaran kondisi lesu ekonomi saat ini, mestinya pengusaha tidak dituntut terlalu banyak. Ini karena selain permintaan turun harga, bahan baku juga naik.

Berhubung penentuan KHL menemui jalan buntu, maka hasil musyawarah akan diserahkan kepada Walikota sebelum dikirim ke Gubernur. ''Biar Pak Wali Kota yang mempertimbangkan dan memutuskan," tambah Sumartono Karjo, Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Solo.

Penjabat (Pj) Wali Kota Solo, Budi Suharto, juga bimbang dalam menentukan KHL. Ia menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memberikan pendapat terkait penentuan UMK. "Karena ada dua pendapat pilihan, kita akan meminta pertimbangan dari BPS untuk bisa menentukan keputusan mana yang kita ambil," katanya.

Menurut Budi, penetapan KHL Kota Solo harus melalui pertimbangan matang. Sebab, kondisi perekonomian Indonesia yang memburuk belakangan ini. "Saya pikir perhitungan harus hati-hati, karena kondisi ekonomi  sedang seperti ini. Jangan sampai salah perhitungan, nanti tidak tercapai kesejahteraan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement