Rabu 04 Nov 2015 20:55 WIB

Wajibkah Muslimah Membela Diri?

Red: Agung Sasongko
Muslimah
Foto: .
Muslimah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan, tindak kriminalitas dan aksi kekerasan terhadap kaum hawa mening kat. Fenomana itu tidak ha nya terjadi di lingkungan keluarga, tetapi juga muncul di tempat-tempat umum. Selain dipicu oleh pola pandang sebagian orang yang menomorduakan perempuan, di satu sisi masih belum muncul kesadaran dari diri kaum wa nita tentang urgensi dan pentingnya membela keselamatan diri, harta, dan kehormatan.

Sejumlah kasus pelecehan seksual, perampokan, dan tindak kriminal terjadi dengan gampangnya tanpa ada perlawanan yang berarti dari pihak korban. Lantas, bagaimana dengan hukum membela diri, harta, dan kehormatan bagi seorang Muslimah?

DR Abd Al Karim Az Zaidan dalam Kitabnya yang berjudul Al Mufashal fi Ahkam Al Mar’atmenguraikan tentang hal-ihwal hukum mempertahankan diri bagi seorang Muslimah yang terancam bahaya. Hal mendasar yang ia bahas ialah berkenaan dengan hukum pembelaan tersebut.

Terkait ini, ada dua pendapat. Pendapat yang pertama mengatakan hukumnya sekadar boleh. Ia menjelaskan, hukum diperbolehkannya pertahanan diri itu merujuk pada dalil hadis dan konsensus ulama. Salah satu opsi pendapat yang berlaku di kalangan Mazhab Syafi’i mengatakan, tidak wajib hukumnya melawan bila pelaku adalah beragama Muslim juga.

Sedangkan, menurut Imam Al Jashash, seorang ulama bermazhab Hanafi, wajib hukumnya membela diri dan melawan upaya kejahatan pelaku meskipun harus ditempuh dengan cara membunuh penjahat. Hampir tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama Mazhab Hanafi soal kewajiban mem bela diri bagi Muslimah. Mereka ber alasan, pelaku yang hendak mengania ya korban adalah seseorang yang makar. Dalam Islam, Allah SWT me nyerukan agar membunuh kelompok yang berbuat makar.

Bagaimana bentuk pertahanan diri yang mesti dilakukan oleh Muslimah saat ancaman bahaya ada di hadapannya? Dalam kitab ini disebutkan ada beberapa tahapan cara yang bisa di tempuh. Urutan cara itu ditawarkan dari opsi yang paling minim risiko hing ga tahapan dengan risiko maksimal.

Tahapan yang paling dasar sebagai bentuk pertahanan diri yang dianjurkan menurut Islam ialah mengingatkannya tentang keberadaan Tuhan. Cara selanjutnya bila hal itu tak mempan maka hendaknya meminta tolong orang di sekitar. Bila tidak ada maka ada baiknya memanggil pihak yang berwajib, itu pun jika kondisi memungkinkan. Opsi terakhir ialah mempertahankan diri secara mandiri dengan sebisa mungkin sekalipun yang dipertaruhkan nyawa.

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam An Nasai dari Sufyan Ats-Tsauri menyebutkan, seorang sahabat datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW. Ia mengatakan, “Ada oknum yang menghampiri dan menginginkan hartaku secara paksa (apa yang harus dilaku kan)?”

Rasulullah menjawab, “Ingatkan dia akan Tuhan. Bila tidak berguna maka mintalah pertolongan orang di sekitarmu dan jika tak ada satu pun maka libatkan pihak berwenang, lalu bila ia menolak memberi pertolongan maka pertahankanlah diri dan harta bendamu sekalipun harus mempertaruhkan jiwa dan engkau akan jadi seorang syahid.”

Kabur dan menghindar

Kemudian, bagaimana dengan hukum berusaha melarikan diri oleh Muslimah. Bila keputusan tersebut dianggapnya dapat menghindari bahaya dan menyelematkan harta benda, jiwa, atau kehormatannya?

Abd Al Karim Az Zaidan menjelaskan bahwa di antara ahli fikih ada yang mewajibkannya. Pandangan ini banyak populer di kalangan ulama yang bermazhab Syafi’i. Menurut mereka, dengan mencoba meloloskan diri dari ancaman pelaku kriminal bisa meng hindari niat jahat pelaku. Dengan catatan, usaha tersebut tidak malah mengundang bahaya yang lebih besar bagi dia atau orang lain.

Sedangkan, sebagian ulama fikih hanya sebatas memperbolehkan, bukan sampai level wajib. Hal ini karena membela dan menjaga diri bagi seorang Muslimah hukumnya boleh. Demikian halnya dengan hukumnya melarikan diri. Pandangan ini banyak disuarakan oleh sebagian ulama yang bermazhab Hanbali. Bila orang yang bermaksud jahat tadi telah lari terlebih dahulu sebelum ia melakukan kejahatannya maka tidak perlu dikejar dan dihukum.

Karena, pada dasarnya hukum dan sanksi atas penganiyaan itu gugur dengan larinya penjahat itu. Kecuali, jika ia merampas dan membawa barang pribadi milik korban. Dalam kasus seperti ini, boleh dikejar dan ditangkap untuk kemudian diberikan sanksi setimpal sesuai dengan tindak kejahatannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement