Selasa 10 Nov 2015 08:00 WIB

Respon Cepat dengan Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed

Red: Taufik Rachman
 Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, sejumlah Kementerian dan instansi terkait berbagi tanggung jawab dalam meningkatkan keamanan pangan nasional.

Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) diinisiasi sebagai pendekatan untuk mengimplementasikan amanat tersebut dan telah ditetapkan sebagaimana termaktub dalam Keputusan Menko Kesra No 23 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN).

Salah satu program unggulan JKPN, Indonesia telah mengembangkan sistem respon cepat terkait permasalahan keamanan pangan, yaitu Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF). Sistem ini memfasilitasi koordinasi cepat dalam melakukan tindak lanjut terkait permasalahan keamanan pangan di dalam negeri dan di perbatasan, termasuk produk ekspor Indonesia yang ditolak di luar negeri, sebagaimana tercantum dalam prosedur INRASFF yang telah disusun oleh Working Group 2011.

                                          

Selasa, 10 Februari 2015 berbagai pemangku kepentingan di bidang keamanan pangan dan kesehatan masyarakat mulai dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Luar Negeri, serta Badan Ketahanan Pangan hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan Badan POM dalam rangka meningkatkan koordinasi INRASFF.

 

"Dengan INRASFF diharapkan dapat mempercepat respon terhadap masalah keamanan pangan dan mengoptimalkan perlindungan masyarakat dari pangan yang tidak aman", ujar Kepala Badan POM, Roy Sparringa.

Roy menyampaikan bahwa perkuatan INRASFF tidak hanya terkait aspek kesehatan masyarakat namun juga memiliki nilai ekonomis terkait dengan daya saing produk nasional.

"Edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan bersama agar masyarakat bisa memiliki persepsi yang benar tentang isu-isu keamanan pangan. Selain itu diperlukan perkuatan laboratorium sehingga setiap notifikasi diterbitkan dengan dukungan data yang valid", tegasnya.

Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM, Halim Nababan, menambahkan bahwa INRASFF sebagai entry point perlindungan produk pangan Indonesia telah menerima, mengidentifikasi, dan merespon dengan cepat notifikasi produk pangan ekspor yang bermasalah (downstream) dan produk pangan impor yang bermasalah (upstream) dengan pihak berwenang di luar negeri.

"Sebagai contoh, pada Januari 2015 INRASFF menerima notifikasi terkait apel karamel dari Amerika Serikat yang tercemar bakteri Listeria monocytogenes. Notifikasi ini segera ditindaklanjuti oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait", jelasnya.

Lesson Learned yang bisa diambil dari kasus ini adalah perlunya komunikasi dan respon cepat antar K/L terkait, termasuk koordinasi internal di K/L. Selain itu diperlukan komunikasi risiko yang jelas dan terstruktur untuk meredam keresahan masyarakat.

Adanya sarana dan prasarana pendukung baik yang berupa database laboratorium pengujian, database point of entry importasi, aplikasi yang mendukung komunikasi cepat juga diperlukan untuk mempercepat respon terhadap notifikasi yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement