Ahad 22 Nov 2015 07:12 WIB

Buruh Jabar Tuntut Kenaikan Upah 25 Persen

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Ribuan buruh berdatangan menuju Gedung Sate untuk berunjuk rasa terkait penolakan upah minimum Provinsi dan menuntut pembatalan PP no 78/2015 di Jalan Dipenogoro, Kota Bandung, Rabu (11/11). ( Foto: Septianjar Muharam )
Ribuan buruh berdatangan menuju Gedung Sate untuk berunjuk rasa terkait penolakan upah minimum Provinsi dan menuntut pembatalan PP no 78/2015 di Jalan Dipenogoro, Kota Bandung, Rabu (11/11). ( Foto: Septianjar Muharam )

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buruh di Jabar, meminta Gubernur Jabar Ahmad Heryawan untuk tidak menetapkan besaran UMK kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 yang. Sehingga, kenaikan UMK 2016 bukan 11,5 persen tapi buruh menuntut kenaikan upah sebesar 25 persen.

"Besaran tersebut sangat logis demi menjaga kemampuan daya beli buruh," ujar Ketua DPD KSPSI Jabar, Roy Jinto kepada wartawan akhir pekan lalu.

Menurut Roy, para buruh pada Jumat (20/11) lalu melakukan aksi unjuk rasa. Yakni, berasal dari wilayah Bogor, Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kota Bandung. Jumlahnya. mencapai 3.000 orang.

Buruh, kata dia, akan sangat kecewa jika Gubernur tetap bersikukuh menetapkan besaran UMK untuk tahun depan berdasarkan PP 78/2015. "Kami akan melakukan upaya penolakan salah satunya melalui aksi mogok nasional pada 24-27 November," katanya.

Roy meminta, Gubernur untuk mengabaikan PP 78 Tahun 2015 yang dinilai sangat merugikan buruh. Pasalnya, besaran upah ditentukan berdasarkan formulasi besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 11,5 persen dikalikan dengan UMK terkecil.

Menurutnya, peraturan baru tersebut akan membuat disparitas upah antar daerah menjadi sangat besar. Sebelumnya, pihaknya sempat memberikan apresiasi karena terdapat empat daerah di Jabar yang membuat rekomendasi besaran UMK 2016 diatas PP 78/2015, yakni Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Purwakarta dan Kota Bandung.

Namun sayangnya, rekomendasi tersebut malah ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jabar dan diminta untuk direvisi sesuai dengan peraturan baru. "Kami kecewa karena Pemprov terlalu memaksakan PP 78/2015, toh DKI Jakarta saja mengabaikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement