Rabu 27 Jan 2016 22:54 WIB

Bareskrim Buru Dokter Diduga Terlibat Perdagangan Ginjal

Red: Yudha Manggala P Putra
Jual Ginjal (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
Jual Ginjal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri tengah menyelidiki dokter yang ditengarai terlibat dalam praktik penjualan organ ginjal yang baru-baru ini diungkap kepolisian.

"Masih dalam pendalaman tentang keterlibatan pihak rumah sakit dan dokter," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombespol Umar Surya Fana, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/1).

Menurutnya, ada tiga rumah sakit yang diduga menjadi tempat dilakukannya operasi transplantasi ginjal terkait kasus tersebut. "Ketiga rumah sakit di Jakarta meliputi RS swasta dan negeri," katanya.

Umar mengatakan bahwa pihak korban, perekrut dan rumah sakit menjalankan aksinya secara terorganisasi dalam sebuah jaringan tertutup. Tujuh korban dalam kasus ini yakni HLL, IS, AK, SU, JJ, DS dan SN.

Umar mengatakan bahwa para korban tersebut umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Para korban, kata dia, diberi imbalan antara Rp70 juta - Rp90 juta bila bersedia mendonorkan ginjal mereka.

Sementara tiga tersangka dalam kasus tersebut yang berhasil dibekuk Bareskrim adalah HS, AG dan DD. HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat. Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit.

"AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.

Umar menjelaskan HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal. Ia mengatakan dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp 225 juta - Rp 300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp 10 juta - Rp 15 juta. "Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.

Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal. Dalam kasus ini, HS meraup keuntungan Rp 100 juta - Rp 110 juta untuk setiap korban yang mau mendonorkan ginjalnya.

Sementara AG mendapat bayaran Rp 5 juta - Rp 7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp 10 juta - Rp 15 juta.

Atas perbuatannya, tersangka HS, AG dan DD dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apapun". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement