Ahad 06 Mar 2016 14:26 WIB

HI Landmark Jakarta yang Untungkan Negara

Red: Agung Sasongko
Bundaran Hotel Indonesia saat malam pergantian tahun
Bundaran Hotel Indonesia saat malam pergantian tahun

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Kerjasama dengan sistem membangun, mengelola, dan menyerahkan (built, operate, and transfer/BOT) antara PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)-PT Grand Indonesia (GI) dilakukan berdasarkan perjanjian yang sah dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Kerjasama itu justru menguntungkan negara. 

"Negara juga mendapatkan pemasukan dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan dari pendapatan atas sewa yang perhitungannya adalah 10 persen dari total pendapatan Grand Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Ahad (6/3).

Menurut Juniver, kerjasama BOT itu justru menguntungkan negara. Grand Indonesia telah mengeluarkan total investasi Rp5,5 triliun dalam proyek ini. Dia menegaskan, angka ini jauh lebih besar dari ketentuan yang tercantum dalam perjanjian BOT yang mensyaratkan nilai investasi penerima hak BOT sekurang-kurangnya Rp1,2 triliun. 

Dia menambahkan, sejak dilakukan kerjasama BOT itu, HIN mendapatkan penerimaan berupa kompensasi BOT sebesar Rp. 134  miliar atau rata-rata Rp10,3  miliar per tahun. Kompensasi ini lebih besar dari nilai manfaat tanah. Apalagi aset atau modal saham HIN tidak dilepaskan dan HIN akan memperoleh kembali obyek BOT pada akhir masa kerja sama dalam kondisi layak operasional," paparnya. 

Patut dicatat, kata dia, Grand Indonesia tidak melakukan penjualan unit Apartemen Kempinski dengan sistem strata-title tetapi menggunakan sistem sewa jangka panjang selama 30 tahun.

Pada tahun 2010, lanjut dia, Grand Indonesia menyanggupi untuk melaksanakan opsi perpanjangan dengan membayar Rp400 miliar secara tunai kepada Hotel Indonesia. Angka itu sudah di atas 25 persen dari NJOP tanah tahun 2010 yang sebesar Rp385 miliar," kata Juniver. Mengenai opsi perpanjangan itu juga dilakukan berdasarkan perjanjian BOT. 

Pada bagian lain, Juniver membantah tudingan bahwa pelaksanaan BOT ini merugikan negara Rp1,2 triliun akibat pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski. 

Justru, tegasnya, HIN diuntungkan secara komersial karena tidak kehilangan kompensasi yang lebih besar dengan adanya dua bangunan tersebut. HIN juga diuntungkan karena nilai bangunan yang diserahkan pada akhir masa BOT nanti (Tahun 2055) akan jauh lebih besar dari nilai seharusnya. 

Juniver juga menegaskan, sampai saat ini, Grand Indonesia tidak pernah menjaminkan sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama HIN ke lembaga keuangan manapun untuk memperoleh pendanaan, karena sertifikat HPL itu berada dalam penguasaan HIN.

"Yang dapat dijaminkan oleh Grand Indonesia adalah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama Grand Indonesia dan itu diperbolehkan dalam perjanjian BOT," kata Juniver.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement