Senin 09 May 2016 18:46 WIB

IPOP akan Berdialog dengan KPPU Terkait Dugaan Kartel

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) masih mengkaji pernyataan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menduga IPOP sebagai praktik kartel usaha minyak sawit Indonesia dengan menyepakati aturan yang dibuat antaranggota.

Direktur Eksekutif IPOP Nurdiana Darus menyampaikan, terkait pernyataan KPPU, IPOP masih melakukan konsolidasi internal bersama tim hukum IPOP. ''Selanjutnya kami terbuka untuk berdialog dengan kppu untuk mendiskusikan implementasi IPOP,'' ungkap Nurdiana dalam pernyataan resmi kepada Republika.co.id, Senin (9/5).

IPOP, tutur Nurdiana, adalah inisiatif sektor swasta untuk mendukung transformasi kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia yang utamanya fokus pada pemberdayaan petani sawit. Dalam mengimplementasikan programnya, IPOP akan selalu patuh terhadap peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi standar kelapa sawit berkelanjutan yang dibuat pemerintah Indonesia.

KPPU melakukan penyelidikan atas enam perusahaan sawit anggota Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) yang diduga melakukan praktik kartel dan terancam hukuman denda hingga Rp 125 miliar tiap perusahaan. Keenam perusahaan tersebut yakni Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri Resources, Asian Agri, dan Astra Agro Lestari.

KPPU telah melayangkan surat saran kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait yang terdiri atas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membubarkan implementasi IPOP di Indonesia. Sebab, IPOP diduga menjadi sarana kartel bagi keenam perusahaan yang tergabung di dalamnya.

Terdapat perbedaan antara kesepakatan IPOP dengan ISPO pada penetapan standar kriteria lingkungan yang baik untuk perkebunan sawit. ISPO menggunakan standar kriteria High Conservation Value Forest (HCVF), sementara para anggota IPOP sepakat untuk menambahkan kriteria High Carbon Stock (HCS). KPPU menilai ini membuka potensi hambatan masuk pasar bagi mitra anggota IPOP yang telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah, namun tidak memenuhi standar kriteria HCS.

Baca juga: Mentan Sebut Ada Kampanye Hitam CPO Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement