Jumat 17 Jun 2016 14:08 WIB

Molekul Asimetris Pertama Kali Ditemukan di Luar Angkasa

Red: Winda Destiana Putri
Luar Angkasa
Foto: ap
Luar Angkasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti untuk pertama kalinya menemukan molekul organik rumit di antariksa, yang memiliki kerangka asimetris serupa dengan unsur penyusun kehidupan di bumi.

Peneliti menyatakan mendapati molekul organik rumit disebut propylene oksida dalam muatan debu dan gas berawan raksasa di dekat pusat galaksi Bima Sakti, lapor Reuters Kamis (16/6).

Molekul itu memiliki sepasang unsur penyusun serupa hingga tampak mirip tangan manusia, susunan itu disebut dengan kiralitas.

Peneliti sejak lama memikirkan alasan mahluk hidup hanya tersusun atas satu jenis molekul tertentu, misalnya ribosa, karbon penyusun asam deoksiribo nukleat (DNA).

Temuan propylene oksida di luar angkasa kian menguatkan teori bahwa kiralitas pada molekul asalnya terjadi di luar angkasa.

"Ini lompatan dalam usaha mengetahui bagaimana molekul prebiotik dibentuk di alam semesta, berikut dampaknya bagi asal usul kehidupan," kata Brett McGuire, seorang ahli kimia dari Observatorium Astronomi Nasional (NRAO) di Charlottesville, Virginia.

Jenis molekul itu cukup penting bagi studi biologi.

Materi itu telah ditemukan di meteorit Bumi, dan komet di sistem tata surya, tetapi baru saat ini dinyatakan ada di bentangan luas galaksi di luar angkasa.

Temuan itu menguatkan dugaan bahwa penyusunan molekul organik yang memungkinkan adanya kehidupan di Bumi telah disusun di luar angkasa, mengingat jejaknya yang ditemukan di meteorit dan komet.

Peneliti pada Mei lalu turut menemukan asam amino glisin di komet. Materi itu digunakan oleh makhluk hidup untuk membuat protein dalam tubuhnya.

Dalam kajian terbarunya, peneliti menggunakan teleskop radio guna mengamati lebih detil dari jarak tertentu unsur kimia dalam molekul tersebut, khususnya pada proses pembentukan bintang oleh kumpulan gas berawan dan debu luar angkasa.

Saat berada di ruang hampa udara, molekul itu mengirimkan sinyal getar, tampak seperti gelombang radio yang berbeda.

Namun, bagi peneliti, sinyal kompleks terikat dengan propylene oksida tidak cukup kuat menentukan orientasi arah molekul tersebut.

Layaknya bayangan tangan, cukup mustahil mengetahui tangan kanan atau kiri yang sedang mengejar bayangannya, kata mahasiswa pascasarjana kimia Institut Teknologi California, Brandon Carroll.

Peneliti menyatakan, kajian selanjutnya akan melacak bagaimana interaksi cahaya yang terpolarisasi dengan molekul mampu mengungkap kemungkinan satu jenis dari propylene oksida itu dominan di luar angkasa.

Hasil riset tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Science. Peneliti akan memaparkan temuannya dalam pertemuan penggiat astronomi Amerika Serikat pada Selasa di San Diego.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement