Senin 18 Jul 2016 19:06 WIB

Inflasi Rendah Dinilai Turunkan Angka Kemiskinan di Awal Tahun

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Kemiskinan, ilustrasi
Foto: Pandega/Republika
Kemiskinan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom dari Universitas Paramadina, Firmanzah menyebutkan, penurunan jumlah masyarakat miskin mayoritas disebabkan oleh inflasi yang cukup rendah dari mulai September sampai Maret 2016.

"Karena memang harga minyak mentah dunia relatif cukup rendah pada saat itu, kemudian komponen inflasi juga cukup rendah. Itu yang membuat kenapa ada penurunan sebanyak 500 ribu orang," ujar Firmanzah pada Republika.co.id, Senin (18/7).

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data jumlah penduduk miskin bulan Maret 2016 mencapai 28,01 juta orang atau 10,86 persen. Jumlah ini berkurang 500 ribu orang dari 28,51 juta orang per September 2015 dan berkurang 580 ribu orang dari 28,59 juta orang Maret 2015.

Firmanzah menjelaskan, secara persentase, penduduk di pedesaan lebih tinggi penduduk miskinnya. Sehingga diperlukan fokus dari pemerintah untuk pengentasan kemiskinan di pedesaan. Misalnya anggaran desa dianggarkan untuk program-program yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia pada Februari 2016 juga turun menjadi 5,50 persen dibanding Agustus 2015 yang mencapai 6,18 persen. Padahal saat ini, ekonomi tengah mengalami perlambatan. Menurut Firman, hal ini disebabkan oleh banyaknya sektor informal yang menopang perekonomian, seperti usaha mikro.

"Ekonomi melambat tercermin dari Nonperforming Loan (kredit macet) sektor UMKM, itu juga perlu menjadi fokus perhatian. Jangan sampai menjadi persoalan di kemudian hari," ujar Firmanzah.

Pengamat ekonomi Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengatakan, data tersebut harus dicermati, karena penurunan jumlah penduduk miskin serta penurunan tingkat pengangguran terbuka terjadi dalam kondisi ekonomi yang melambat.

"Jadi menurut saya ini anomali, di satu sisi kondisi ekonomi nggak bagus tapi ini menurun. Karena kalau melihat lapangan pekerjaan itu juga tidak bertambah. Jadi apakah yang mereka dapat pesangon karena banyaknya perusahaan yang tutup sehingga mereka dapat membelanjakan karena kebetulan harga rendah pada kurun waktu periode tersebut?" ujar Ina.

Menurut Ina, di tengah kondisi ekonomi yang melambat ini disebabkan oleh usaha mikro yang tetap bergairah. Ina menjelaskan, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat membuka sekitar 200 ribu. Saat ini, perekonomian justru cenderung melambat dan berada di angka pertumbuhan stagnan sebesar 5 persen.

"Jadi tidak bisa dielakkan bahwa dalam situasi apapun yang tumbuh itu usaha mikro, sektor informal. Karena mereka tidak terpengaruh yang lain-lain. Ekonomi kita itu disokong oleh sektor informal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement