Selasa 02 Aug 2016 08:00 WIB

Menjaga Stabilitas Niat

Red: Achmad Syalaby
Pencahayaan buatan
Foto: pixabay
Pencahayaan buatan

REPUBLIKA.CO.ID,  Mendapatkan pasangan hidup yang soleh dan anak-anak yang bisa menjadi hiasan mata adalah keinginan setiap orang. Tidak terkecuali seorang lajang yang sedang mencari pendamping, ataupun orang yang telah berkeluarga.

 

Harapan tersebut akan selalu hadir dalam relung batin seorang Muslim. Rasulullah pun mengajarkan sebuah doa, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa" (QS. Al-Furqaan: 74) 

Bagaimana caranya agar kita mampu merealisasikan harapan tersebut dalam kehidupan? Ada beberapa tahapan yang harus kita lewati. Dan niat adalah tangga awal untuk meraihnya. 

Mengapa niat? Niat adalah landasan awal sebuah perbuatan. Ia berupa aktivitas batin yang unik sehingga selalu menuntut perhatian dan perlakuan istimewa. Secara lebih luas, niat adalah tergeraknya hati menuju apa yang dianggap sesuai dengan tujuan, baik berupa perolehan manfaat atau pencegahan mudarat. Al-Imam Yahya bin Syarifuddin An-Nawawi mengartikan niat sebagai kehendak seseorang kepada perbuatan dalam rangka mencari ridha Allah dan melaksanakan hukum-Nya. 

Dari definisi tersebut, kita bisa melihat urgensi niat dalam satu perbuatan. Keridhaan dan kemurkaan Allah akan sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kita bisa menempatkan faktor niat tersebut dalam tempat yang benar. 

Begitu pula dengan sebuah pernikahan, ia bisa menjadi amal sholeh apabila niatnya lurus untuk mendapatkan ridha Allah, dan bisa menjadi dosa apabila niatnya karena nafsu atau harta. Karena itu, Rasulullah SAW sejak dari awal telah mengingatkan kita tentang hal ini, "Dan setiap orang hanya akan memperoleh berdasarkan niatnya," (HR. Bukhari Muslim). "Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niatnya. " (HR Muslim). 

Ada dua model niat dalam sebuah pernikahan, yaitu niat seseorang yang akan menikah dan niat seseorang yang sudah menikah (berkeluarga). Bagi golongan pertama, niat yang mendasari ia menikah biasanya masih "sederhana", sehingga mudah untuk diluruskan. Sedangkan niat setelah pernikahan lebih bersifat fluktuatif. 

Dalam pengertian adanya proses naik-turun dari keinginan-keinginan yang timbul berkaitan dengan keberlangsungan berkeluarga. Ada yang ingin terus memelihara niat awal dengan tetap setia pada pasangan. Ada pula yang bertambah niatnya, ingin menikah lagi. Walau kecenderungan kedua ini bisa dilakukan dengan cara yang hasanah maupun dengan cara menzalimi pasangan sebelumnya. 

Seringkali, lemahnya pemahaman dan buruknya pengendalian diri, menyebabkan niat yang lurus pada awal pernikahan, kemudian melenceng jauh. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus selalu kita perhatikan berkaitan dengan masalah niat ini. Pertama, kita harus memahami posisi dan kondisi niat dalam tiga tahapan, yaitu ketika niat itu muncul (diawal), pada waktu proses berjalannya niat (pertengahan), dan ketika niat sudah tertunaikan (diakhir). 

Demikian pentingnya niat ini, sehingga setan akan selalu masuk melalui pintu niat. Ia akan merusak, mengacaukan, dan menjadikan niat kita jatuh ke posisi paling buruk, dalam bentuk riya. Rasulullah SAW menegaskan, "Jika dia pergi berusaha untuk membela anak yatim yang masih kecil-kecil, maka dia berada di jalan Allah. Jika dia pergi berusaha untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka dia berada di jalan Allah. Jika dia pergi berusaha untuk membela dirinya agar tetap hidup, maka dia berada di jalan Allah. Jika dia pergi berusaha karena riya' dan kesombongan, maka dia berada di jalan setan". (HR. Thabrani). 

Kehati-hatian dalam melangkah dalam segala tindakan adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan. Saat memilih pasangan, mengkhitbah, ketika melangsungkan pernikahan, hingga setelah pernikahan itu sendiri, mengoreksi niat harus selalu menjadi prioritas. 

Hal kedua adalah menghadirkan doa dalam setiap tahapan niat; mulai dari awal, pertengahan, hingga akhir. Doa dapat mengantisipasi hadirnya penyakit-penyakit yang bisa mengotori kesucian niat. Dan, doa pun mengungkapan kepasrahan hati dan jalan terbaik meraih pertolongan Allah. Semoga Allah senantiasa membimbing niat-niat kita. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement