Rabu 03 Aug 2016 23:53 WIB

Bekasi Hadapi Masalah Lingkungan Hidup

Rep: Kabul Astuti/ Red: Karta Raharja Ucu
Ruang terbuka hijau (RTH) yang berguna untuk mendukung keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan di Ibukota Jakarta masih sedikit.
Foto: Antara/Reno Esnir
Ruang terbuka hijau (RTH) yang berguna untuk mendukung keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan di Ibukota Jakarta masih sedikit.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Masalah pengelolaan lingkungan hidup masih menjadi pekerjaan rumah di Kota Bekasi, Jawa Barat. Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bekasi baru berkisar 50 persen dari target minimal yang ditetapkan undang-undang. Demikian pula, keberadaan sumur resapan dan lubang biopori.

Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu, mengingatkan beberapa program konservasi lingkungan dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 2016 Tingkat Kota Bekasi, Rabu (3/8). Empat program tersebut, antara lain program seribu taman, program sejuta biopori, program sumur resapan di rumah, masjid dan perkantoran, serta pengolahan sampah.

"Laporan media nasional menyebut terjadinya penurunan muka air tanah karena eksploitasi berlebihan cadangan air tanah di beberapa kota besar. Ini bisa terjadi juga di Kota Bekasi," kata Ahmad Syaikhu, di Bekasi, Rabu (3/8).

Syaikhu menyatakan, program sumur resapan perlu digerakkan di rumah, masjid, dan perkantoran sebab air yang menjadi sumber kehidupan yang sekarang sudah semakin berkurang. Keberadaan sumur-sumur resapan ini dapat menjadi cadangan air tanah bagi masa depan anak cucu.

Selain sumur resapan, Syaikhu juga menyebut kurangnya lubang resapan biopori. "Kita menargetkan satu juta lubang biopori dan sampai sekarang yang tercapai baru sekitar 300 lubang resapan biopori," katanya. Padahal, andaikan satu RW membuat seribu lubang biopori, akan ada hampir satu juta lubang resapan biopori yang terbentuk.

Ia berharap jajaran pemkot bersama seluruh warga masyarakat, terutama RW, dapat menggiatkan kembali pembuatan lubang resapan biopori ini. Keberadaan lubang biopori diperlukan untuk mengembalikan kesuburan tanah, cadangan air, dan meminimalkan dampak banjir yang tiap tahun rutin menyambangi beberapa wilayah di Kota Bekasi.

Syaiku juga menyinggung kurangnya RTH di Kota Bekasi. UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mensyaratkan luas RTH di satu kota minimal 30 persen, terdiri dari RTH publik sebanyak 20 persen dan RTH privat sebesar 10 persen. RTH milik Pemkot Bekasi baru berkisar 11 persen dari target ini.

"Kita menyiapkan setu atau tandon air ini, di antaranya, adalah upaya memperbanyak RTH sehingga di sana bisa jadi tempat berkumpul masyarakat," lanjut Syaikhu.

Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2016 tingkat Kota Bekasi diisi dengan kegiatan pelestarian lingkungan dan satwa di Taman Duta Harapan, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Rabu, (3/8). Unsur Muspida melakukan penanaman pohon dan penebaran benih ikan mas dan mujair di telaga Taman Duta Harapan Baru yang biasa dikenal sebagai Telaga Mas. Syaikhu secara khusus menanam pohon kelor yang dipercaya mampu menjernihkan air danau.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi, Sopandi Budiman, menambahkan, laboratorium lingkungan BPLH belum lama mendapatkan akreditasi sebagai laboratorium penguji yang teregistrasi di Kementerian LHK. Semua komponen masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah dapat memaksimalkan keberadaan laboratorium tersebut.

"Kita bisa meneliti air permukaan limbah dan air bersih. Kalau ada masyarakat dan swasta ingin menguji bisa ke laboratorium milik BPLH," kata dia.

Sebanyak 400 batang pohon ditanam dalam kegiatan ini, sebagian diantaranya merupakan sumbangan dari pihak swasta. PDAM Tirta Patriot membantu dalam penataan pembuatan jaring sampah di telaga. Pemkot juga menyosialisasikan pengoperasian wifi gratis bagi warga. Dua titik hotspot telah berjalan dan dapat dimanfaatkan warga untuk mengakses internet gratis saat berada di taman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement