Jumat 05 Aug 2016 22:06 WIB

Sri Mulyani: Momentum Pertumbuhan Ekonomi Harus Dijaga

Red: Ilham
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Keuangan, Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, momentum pertumbuhan ekonomi, yang pada triwulan II-2016 mencapai 5,18 persen, harus dijaga dengan melakukan sejumlah penyesuaian dalam postur penerimaan dan belanja negara.

"Merevisi APBN perlu untuk menciptakan confidence, agar tidak menjadi instrumen yang memberatkan ekonomi, tapi mendorong ekonomi," kata Sri dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (5/8).

Sri mengatakan, salah satu upaya menjaga momentum tersebut adalah dengan menghilangkan ketidakpastian yang bisa memberikan keraguan bagi investor swasta untuk melakukan ekspansi bisnis. Ia mengakui, keragu-raguan itu masih ada di kalangan pebisnis sehingga meskipun indikator ekonomi mulai membaik pada triwulan II-2016, namun kinerja investasi dari sektor swasta justru sedikit menurun.

"Suku bunga sudah rendah dan bank secara teoritis siap menyalurkan, namun pengusaha belum mau meminjam untuk investasi karena ekonomi belum pulih. Mereka harus punya confidence ekonomi agar investasi akan kembali," katanya.

Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 sebesar 5,18 persen, yang didukung pencapaian dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,04 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 5,06 persen, konsumsi pemerintah 6,28 persen, dan konsumsi LNPRT 6,72 persen. Pencapaian kelompok pengeluaran tersebut rata-rata lebih baik dari realisasi pada triwulan I-2016, kecuali PMTB yang mengalami penurunan dari angka triwulan sebelumnya yaitu 5,6 persen.

Dengan menghilangkan ketidakpastian melalui penyesuaian postur anggaran, menurut Sri, maka permintaan kredit bisa kembali meningkat dan dampaknya kepada kinerja pertumbuhan ekonomi dapat lebih positif. "Investasi masih bisa tumbuh, tapi tidak spektakuler. Kalau mau pertumbuhan ekonomi tujuh persen, pertumbuhan investasi harus 20-21 persen, jadi ini masih jauh untuk pulih kembali," katanya.

Pada jangka pendek, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masih menjadi pendukung utama pertumbuhan ekonomi, terutama setelah melewati periode Lebaran dan tahun ajaran baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement