Sabtu 03 Sep 2016 18:09 WIB

Cegah Perdagangan Anak, Pemerintah Perlu Tekan Jumlah Siswa Putus Sekolah

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Hazliansyah
Anak-anak rentan menjadi korban perdagangan manusia.
Foto: NET
Anak-anak rentan menjadi korban perdagangan manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kini marak terjadi. Tak hanya kepada orang dewasa, pelaku juga menyasar anak-anak sebagai korban.

Ketua Bidang Dana dan Daya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, Henny R Adi Hermanoe mengatakan, untuk menangkal anak-anak menjadi korban TPPO, pemerintah dan masyarakat perlu mengambil langkah maksimal guna menekan jumlah siswa putus sekolah.

Selain itu perlu digiatkan pengadaan pekerjaan yang memungkinkan anak-anak putus sekolah memperoleh pelatihan kerja dan bekerja di lingkungan mereka sendiri, dengan tetap mengacu pada perundang-undangan.

"Itu dimaksudkan untuk memperkecil potensi migrasi di kalangan anak-anak putus sekolah," ujarnya, Sabtu (3/9).

Pelatihan pengasuhan efektif dapat mencegah masalah-masalah susulan dari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Anak-anak korban KDRT dapat menjadikan kabur dari rumah sebagai 'solusi' atas masalah tersebut, dan itu berarti KDRT menciptakan prakondisi bagi terposisikannya anak sebagai korban potensial TPPO.

Aparat juga hendaknya menelurusi keterlibatan ataupun penelantaran orang dekat yang diduga ikut menjerumuskan para korban. "Apabila dugaan keterlibatan tersebut terbukti, kepada mereka pantas diberikan hukuman pemberatan," kata dia.

Henny menyebut sebagaimana pada banyak kasus TPPO lainnya, usia sesungguhnya anak-anak seringkali dipalsukan sehingga mereka disangka telah cukup umur untuk memasuki dunia kerja. Pemalsuan data dan dokumen kependudukan korban menunjukkan perlunya perapian data kependudukan warga masyarakat.

"Tertatanya data kependudukan warga menjadi safe guard (pelindung keamanan) atas viktimisasi sistemik terhadap masyarakat, khususnya anak-anak, selaku korban potensial," ujarnya.

Kartu Anak Indonesia, yang dicanangkan pemerintah belum lama ini, harus mendapat pengelolaan ekstra. Pengaktivasian beberapa organisasi seperti Karang Taruna, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan perkumpulan-perkumpulan warga pada level terkecil lainnya bisa menjadi forum untuk mengedukasi masyarakat akan modus-modus TPPO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement