Ahad 30 Oct 2016 12:26 WIB

Kopi Asal Jawa Barat Diklaim Pecahkan Rekor Lelang Dunia

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Nur Aini
Kopi hitam (ilustrasi)
Foto: Boldsky
Kopi hitam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kopi terbaik Jawa Barat yakni kopi dari Gunung Puntang berhasil memecahkan rekor terbaru lelang kopi Indonesia. Kopi tersebut juga memecahkan rekor lelang dunia yakni, mencapai harga jual tertinggi mencapai 55 dolar AS per kilogram (kg) atau sekitar Rp 750 ribu per kg.

"Ini adalah, rekor terbaru lelang kopi di Indonesia," ujar Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher kepada wartawan usai acara Festival Kopi dengan tema, Java Preanger Coffee, Kopi Juara, di Trans Studio Mal, akhir pekan lalu.

Menurut Aher, eksotisme kopi Indonesia, terbukti menarik pembelian specialty coffee oleh Royal Coffeusa pada 15 April 2016 lalu. Indonesia, melaksanakan lelang kopi secara langsung dan berhasil membukukan transaksi sebesar 11.900 dolar AS atau setara Rp 160 juta . "Seluruh 17 kopi pilihan yang dilelang habis terjual hanya dalam waktu tiga jam," katanya.

 

Aher mengatakan, kopi yang dilelang tersebut jumlahnya sebanyak 17 kopi. Kopi tersebut di antaranya, kopi Gunung Puntang, Mekar Wangi, Manggarai, Malabar,  Honer, Atu Lintang, Toraja Sapan, Blue Moon Organic, Gayo Organik, Java Cibeber, Kopi Catur Washed, West Java Pasundan Honey, Arabica Toraja, Flores Golewa, Redelong, Preanger Wening Galih, Flores Enda, Java Tumenggung.

Saat ini, kata Aher, luas areal  perkebunan kopi di Jabar mencapai 600 ribu hektare. Sedangkan potensi tanaman kopi, hanya mencapai 30.620 hektare dengan jumlah produksinya sebanyak 29,8 ton. Jika dilihat dari luas lahan, kopi Jabar memiliki potensi mengalahkan Brazil yang dikenal sebagai penghasil kopi kelas dunia. "Karena, Brazil hanya memiliki luas lahan 300 ribu hektare," katanya.   

Menurut Aher, ada beberapa permasalahan yang dihadapi sektor perkopian di Jabar. Masalah itu di antaranya, adalah luas tanah yang semakin sempit, rendahnya kualitas kopi dalam proses pascapanen, produktivitas rendah akibat sebagian tanaman tua atau rusak, belum menggunakan benih unggul, kurang perawatan, terserang hama dan penyakit utama, dan lain-lain.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement