Senin 19 Dec 2016 11:09 WIB

Soal Pancasila, Ini Pesan Kiai Banten untuk Kapolri dan Panglima TNI

Red: Nasih Nasrullah
Sejumlah pasukan mengikuti upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Sabtu (1/10)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Sejumlah pasukan mengikuti upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Sabtu (1/10)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cidahu, Cadasari, Pandeglang Banten, KH Murtadlo Dimyati, meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar tak hanya memikirkan bahaya komunisme di Indonesia. 

Tetapi, ujar dia, seharusnya memikirkan pula bagaimana cara menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). 

Mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi dari tingkat desa/keluragan hingga lembaga tinggi negara, termasuk lembaga non departemen. Langkah ini mesti dilakukan bersama-sama umat Islam yang membawa pesan perdamaian untuk semesta. 

“Yang terhormat, Bapak Panglima dan Bapak Kapolri, kita jangan hanya fokus pada bahaya laten komunis, tetapi juga hidupkan kembali PMP dan P4,” katanya kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (19/12). 

Menurut Kiai Murtadlo, Pancasila sebagai azas negara akan selamat dari rongrongan komunis. Hal itu bila semua elemen bangsa kembali mempelajari, menghayati dan mengamalkannya pelajaran PMP dan P4, yang sejak reformasi hilang dari dunia pendidikan Indonesia.

Pelibatan para ulama dan pesantren tradisional yang berpegang pada Alquran, sunah, dan konsensus ulama, karena memang mereka telah menerima konsepsi Pancasila sebagai pemersatu dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Abuya Murtadlo, begitu akrab disapa, yakin bila PMP dan P4 digalakkan kembali, generasi muda sekarang dan mendatang akan kuat dalam membela NKRI dengan jiwa kebangsaannya. 

"Bila tidak kembali diajarkan, anak cucu kita atau generasi kita menjadi pemberontak,” tutur putra kedua ulama kharismatik Banten, almarhum KH Muhammad Dimyati atau Abuya Dimyati Cidahu ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement