Selasa 20 Dec 2016 19:35 WIB

Teknologi Hijau, Solusi Tangani Limbah Industri

Rep: Santi Sopia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Hemat energi (ilustrasi). Pemerintah Indonesia dan Denmark akan bekerja sama membangun industri berwawasan lingkungan yang ramah energi.
Foto: Blogspot.com
Hemat energi (ilustrasi). Pemerintah Indonesia dan Denmark akan bekerja sama membangun industri berwawasan lingkungan yang ramah energi.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Berbagai peraturan lingkungan diberlakukan secara ketat, sehingga penanganan dan pembuangan limbah industri menjadi semakin sulit dan mahal. Tekanan regulasi dan biaya lingkungan tersebut menghambat pendirian industri baru atau mengancam keberlanjutan industri yang sudah ada. Inovasi teknologi hijau diyakini mampu membantu memecahkan masalah tersebut.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Suprihatinmengatakan, penerapan teknologi hijau di bidang agroindustri memiliki potensi yang besar, yakni mencakup teknologi bahan baru, energi baru/terbarukan, teknologi proses dan sistem, serta teknologi pemanfaatan/pengolahan limbah atau residu. Dengan teknologi kemurgi, biomassa pertanian yang melimpah, menurutnya dapat ditransformasikan menjadi produk industri non-pangan dan energi terbarukan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan. 

Beberapa contoh produk kemurgi yaitu bioenergi, furfural, butanadiol, butadiena, etil laktat, alkohol lemak, gliseril, isoprena, asam laktat, propanadiol, propilen glikol, dan produk oleokimia dan sukrokima lainnya. "Produk-produk ini bisa menjadi substitusi bahan kimia sejenis yang diturunkan dari bahan petroleum sehingga mengurangi ketergantungan pada minyak bumi,” terang Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ini.

Kelapa sawit termasuk salah satu industri pertanian yang mendapatkan tekanan isu lingkungan sangat kuat, terutama tekanan dari luar negeri. Produk turunan kepala sawit Indonesia digolongkan sebagai tidak ramah lingkungan sehingga tingkat daya saingnya menjadi berkurang di tingkat internasional. 

Salah satu penyebabnya adalah limbah cair yang dihasilkan. Emisi metana yang dihasilkan dari dekomposisi limbah kelapa sawit dapat direduksi dan memungkinkan biogasnya dapat digunakan sebagai bahan energi terbarukan (pembangkit tenaga listrik).

“Pada industri minyak kelapa sawit kasar dengan kapasitas 1,7 juta ton tandan buah segar (TBS) per tahun (setara kapasitas pabrik Crude Palm Oil di seluruh Provinsi Lampung), dapat menghasilkan listrik 42-67 juta kWh, dan mereduksi sekitar 300 ribu ton CO2 per tahun. Ini setara dengan penyerapan karbon dioksida oleh sekitar 28.273 hektar hutan lestari per tahun atau sebanyak 9,7 juta pohon trembesi selama setahun,” terangnya.

Menurut Prof. Suprihatin, CPO Indonesia dan turunannya tidak masuk dalam kategori produk ramah lingkungan, sehingga bea masuk yang dikenakan sebesar 13,5 persen. Jika masuk dalam kategori ramah lingkungan maka bea masuknya sebesar nol hingga 5 persen. Jika CPO Indonesia masuk kategori ramah lingkungan, maka terdapat potensi penghematan sebesar  88 juta dolar AS hingga 239 juta dolar AS (setara Rp 1,2 triliun hingga Rp 3,3 triliun) per tahun.

"Penerapan teknologi hijau secara general bisa dimanfaatkan semua industri, namun ada juga penerapan spesifik nya, solusi apa yang tepat untuk suatu jenis industri," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement