Ahad 26 Mar 2017 16:38 WIB

Menunda, Masa Depan Pemilu Tergadai

Red: Muhammad Fakhruddin
Deputi Nasional JPPR Sunanto.
Deputi Nasional JPPR Sunanto.

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Sunanto*

Peyelenggara pemilu seharusnya menjadi tonggak dasar pelaksanaan pemilu di Indonesia. Perhatian terhadap penyelenggara yang memiliki integritas dan independensi menjadi salah satu harapan akan suksesnya peyelenggaraan Pemilu.

Proses persiapan menghadirkan peyelenggara yang berkualitas sudah di upayakan secara maksimal oleh tim seleksi yang dibentuk oleh pemerintah dan hasilnya sudah di sampaikan oleh pemerintah ke DPR untuk dipilih.

Sehingga, mereka segera bekerja dan untuk menjawab masa jabatan KPU dan Bawaslu  periode 2012-2017 yang akan berakhir tanggal 11 april 2017.

Usulan pemerintah hasil tim seleksi peyelenggara yang sudah diserahkan oleh pemerintah ke DPR sampai saat ini belum disikapi untuk ditindaklanjuti oleh DPR untuk dipilih.

Kalau sikap ini terus diambil oleh DPR maka ada banyak hal yang akan terbengkalai dan bikin rumit terhadap proses pelaksanan pemilu yang akan datang.

Pertama, akan terbengkalai proses tahapan Pemilu 2019. Jika merujuk pengalaman Pemilu 2014 dan merujuk ketentuan yang disusun oleh pemerintah di dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sedang dibahas, tahapan Pemilu 2019 mesti sudah dimulai pada Juni 2017.

Keharusan ini berangkat dari adanya ketentuan bahwa tahapan pemilu selambat-lambatnya dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Kedua, tidak di prosesnya usulan pemerintah untuk memilih peyelenggara pemilu akan menabrak dan memperlambat  struktur peyelenggara di tingkat dibawahnya.  

Ada 25 KPU provinsi  dan 26 Bawaslu provinsi yang akan berakhir 2018 merujuk pada pasal Pasal 12 ayat 8 Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU.

Ketiga, peraturan-peraturan KPU dan Bawaslu akan juga terhambat apalagi sampai saat ini juga RUU Pemilu juga belum mendekati kata untuk di undangkan. Peraturan-peraturan ini sangat signifikan untuk suksesnya pelaksanaan teknis peyelenggaraan Pemilu.

Ke empat, rawan gugatan bila tidak segera di pilih berdasarkan  Pasal 15, proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari presiden.

Ada dua implikasi hukum kalau DPR melewati masa 30 hari pertama produk hasil fit and proper test (FPT) nantinya rawan gugatan, utamanya yang tidak lolos karena proses FPT-nya tidak prosedural.

Kedua, bagi calon yang mau di FPT apabila sampai 30 hari belum juga di FPT maka berdasarkan undang-undang adminitrasi negara pasal 53 nomer 30 tahun 2014 maka ketua DPR bisa digugat.

Terlalu banyak mudhoratnya menunda penetapan KPU dan Bawaslu terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia.

*Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement