Senin 10 Apr 2017 19:12 WIB

Kemenristekdikti Kembangkan Penelitian Bioavtur

Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi
Foto: ANTARA/Samsul Said
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggandeng Kementerian Perhubungan untuk melakukan penelitian terhadap aviation biofuel atau bioavtur. Kebijakan ini untuk mendukung pemenuhan kebutuhan biofuel penerbangan dari produksi dalam negeri dan potensi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan internasional.

"Kemenristekdikti mendukung secara keseluruhan untuk bisa mengimplementasikan pemanfaatan biofuel untuk aviate (penerbangan)," kata Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemenristekdikti, Kemal Prihatman, dalam Workshop Teknis Bioavtur di Jakarta, Senin (10/4).

Aviation biofuel atau bioavtur merupakan salah satu jawaban bagi upaya penurunan tingkat emisi penerbangan Internasional. ICAO (International Civil Aviation Organization) telah menetapkan target penurunan emisi dari penerbangan international, yaitu //Carbon Neutral Growth// pada tahun 2020, dan tercapainya penurunan emisi sampai pada tingkat 50 persen dari tingkat emisi tahun 2005 pada tahun 2050.

Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah disampaikan kepada United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada akhir 2016, Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29 persen pada 2030. Komitmen ini merupakan penyempurnaan dari target sebelumnya sebesar 26 persen pada 2020.

Indonesia pada dasarnya memiliki bahan baku yang potensial untuk produksi biofuel, namun Kemal mengatakan hingga saat ini belum ada upaya yang sungguh-sungguh dan terkoordinasi untuk mewujudkan industri biofuel penerbangan.

Kemal mengatakan, terwujudnya industri biofuel penerbangan hanya bisa dimungkinkan apabila ada sinergi antara pemerintah sebagai regulator, lembaga-lembaga penelitian, produsen biofuel, dan operator penerbangan sebagai para pengguna aviation biofuel.

Kemenristekdikti melalui Direktorat Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti menggandeng Kementerian Perhubungan dan Kementerian ESDM untuk melakukan kerja sama  riset ini, serta didukung oleh ICAO Enviroment Project. Kerja sama ini antara lain dalam hal identifikasi, teknologi produksi, feed-stock, serta potensi dan kapasitas lembaga penelitian.

Terkait dengan aviation biofuel, Kemal mengatakan, meskipun secara teori biofuel untuk penerbangan dapat diproduksi melalui beberapa metode dan dari berbagai bahan baku, namun kelaikannya ditentukan oleh berbagai aspek. Antara lain, isu keberlanjutan atau sustainability, ketersediaan feed-stock, tingkat kesiapan teknologi yang dipakai, dan kelayakan ekonomi.

"Target dari kementerian tahun depan akan mendukung kegiatan riset bersama dengan fokus energi baru terbarukan. Tahun depan sudah akan memulai riset bersama pusat-pusat penelitian," imbuh Kemal.

Pakar senior Aviation Environtment ICAO Wendy Aritenang, mendorong agar Indonesia bisa terus mengembangkan teknologi alternatif yang ramah lingkungan, khususnya biofuel penerbangan. Menurutnya, salah satu regulasi bagi maskapai yang ingin terbang ke Amerika Serikat adalah menggunakan bioavtur.

“Kita harus mendorong agar dunia penerbangan Indonesia menggunakan bahan bakar pesawat berjenis biofuel dalam rangka mengurangi emisi, agar setelah tahun 2020 tidak ada lagi kenaikan emisi karbon. Beberapa negara yang menjual avtur biofuel adalah Eropa, Brazil, dan AS," ujar Wendy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement