Rabu 03 May 2017 16:35 WIB

Mengenal Sosok Balerina Muslim Pertama Dunia

Rep: Novita Intan/ Red: Winda Destiana Putri
Stephanie Kurlow, seorang muslimah yang menjadi balerina tapi tetap memakai hijabnya
Foto: Sidney Morning Herald
Stephanie Kurlow, seorang muslimah yang menjadi balerina tapi tetap memakai hijabnya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gadis berumur 15 tahun ini memiliki talenta yang luar biasa. Ia dikenal sebagai balerina berhijab pertama di dunia. Berasal dari Sydney, Australia, Stephanie Kurlow mengawali kariernya dalam industri menari sejak umur 2 tahun dan ingin menjadi penari balet pertama yang menggunakan hijab.

Bagi Stephanie mengenakan hijab bukan berarti memiliki keterbatasan dalam beraktivitas atau pun berkarya. Keluarga Stephanie memutuskan untuk memeluk Islam pada 2010, dan di usia 11 tahun, Stephanie mulai berkomitmen menggunakan hijab.

Kala itu, keputusan untuk berhijab tidaklah mudah, banyak komentar negatif yang didapat lantaran penampilannya ini. Tiga tahun vakum, barulah gadis ini mulai sadar bahwa hijab bukan penghalang untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang balerina profesional.

Hal pertama yang dilakukannya adalah melenturkan kembali tubuhnya, karena selama vakum dia jarang berlatih. Untuk itu, dia rela berlatih 25 jam dalam seminggu.

Demi menggapai impiannya menjadi pebalet, Stephanie pun mau merepotkan diri memadu padankan kostumnya agar tertutup namun tetap cantik dipandang mata. Akhirnya, ketika pebalet lain mengenakan kostum stoking dan leotard, maka Stephanie menambahkan rok panjang dan juga baju untuk menutupi lekukan tubuhnya.

Hal ini tak terlepas dari sosok yang menginspirasinya bernama Zahra Lari, seorang ice-skater berhijab. Selain Zahra, Stephanie juga mengaku mengidolakan Li Cunxin, penari balet asal Australia kelahiran China.

"Saya melihat dia memakai hijab tapi tetap bisa sukses di dunianya. Inspirasiku sebenarnya banyak. Tetapi, ada dua yang mengilhami. Pertama adalah Zahra Lari, dia adalah ice-skater berhijab pertama di dunia. Zahra membuktikan bahwa dengan berhijab, wanita bisa tetap berhasil," kata Stephanie di Jakarta.

Kendati demikian, hal tersebut tidak membuat ruang geraknya menjadi terbatas. Justru tantangan terbesarnya terletak pada komentar negatif yang dilontarkan oleh orang-orang di media sosial.

"Kostum balet bisa diubah, tetapi yang terberat adalah ketika aku menggunakan hijab di usia 11 tahun. Karena banyak orang yang tidak menyukainya, terlebih komentar negatif di media sosial," tutur Stephanie.

Meski menerima komentar negatif dari berbagai kalangan, secara bersamaan ia juga menerima banyak dukungan dari berbagai pihak. Beberapa videonya telah dilihat oleh lebih dari 6.8 juta viewers dan lebih dari 30 ribu pengikut di media sosialnya.

Selain menekuni balet, Stephanie juga aktris dan model sesekali. Ia turut ikut aktif dalam berbagai bentuk pengembangan dan pemberdayaan perempuan, pemuda, dan serta kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi orang-orang yang berbeda latar belakang ras dan budaya.

Saat ini dunia yang digeluti oleh Stephanie yaitu menari, menyanyi, akting, puisi, menulis, seni, dan permodelan, dengan cita-cita yaitu menjadi balerina profesional yang memakai jilbab pertama di dunia. Kisah hidup Stephanie telah dipublikasikan oleh beberapa media seperti, media powerhouses BBC, CNN, Teen Vogue, The New York Times, The Huffington Post, The Independent, SBS, Channel 10 'Proyek', SMH dll.

Berbagai Artikel telah muncul di banyak negara, termasuk Australia, Amerika, Inggris, Rusia, India, Tunisia, Italia, Indonesia, Malaysia, Swedia, Belgia dan Perancis. Baru-baru ini, ia memenangkan kompetisi yang diselenggarakan oleh SBS dan Yayasan untuk pemuda Australia, dimana dia menciptakan sendiri film pendek, yang disiarkan di TV.

"Terpenting adalah jangan pernah menyerah pada mimpimu. Meski awalnya merasa tidak mungkin dan terasa sulit, tetapi aku belajar terus. Aku juga menikmati dan berusaha tidak peduli dengan apa yang orang-orang katakan sampai mereka menerimanya," paparnya.

Salah satu impiannya adalah mendirikan sekolah seni bagi siapa pun, tanpa memandang suku, ras, dan agama. "Aku ingin mendirikan sekolah untuk semua ras dan agama sehingga mereka bisa mengejar mimpinya," tutup Stephanie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement