Selasa 06 Jun 2017 10:06 WIB

Hati Bung Karno Tertambat di Masjid

Red: Karta Raharja Ucu
Masjid Biru atau Masjid Sukarno di San Petersburg, Rusia.
Foto: Republika/Dwi Murdaningsih
Masjid Biru atau Masjid Sukarno di San Petersburg, Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhyiddin, Rizma Riyandi (Wartawan Republika)

Masjid tidak boleh jauh dari politik, bahkan Bung Karno melaksanakan Maulid di Istana. Jadi Islam itu menyatu dengan proses-proses politik kebangsaan.

Dibuangnya Bung Karno ke Bengkulu pada 1938-1942 membawa hikmah sendiri bagi masyarakat setempat. Lewat tangan dingin murid dari HOS Tjokroaminoto ini, masjid itu direnovasi. 

Bung Karno yang kerap singgah di masjid untuk menunaikan shalat semasa mengajar di sekolah Muhammadiyah pun prihatin dengan kondisi masjid. Bangunannya rusak dan langit-langitnya bocor. Tidak mengherankan jika bahan bangunan masjid memang masih berasal dari kayu dan beratap rumbia.

Pada mulanya, masjid ini terletak di Kampung Bajak, dekat dengan lokasi makam Sentot Ali Basya, teman seperjuangan Pangeran Diponegoro. Namun akhirnya, dipindahkan ke Jalan Soeprapto.

Bung Karno pun merekonstruksi sesuai filosofi ajaran Islam. Misalnya, dari segi atapnya dibuat bentuk limas dengan tiga lapisan yang menyimbolkan iman, Islam, dan ihsan.

Sekretaris Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Ad Daruqhutni menjelaskan, Bung Karno membuat atap masjid itu dari bahan seng karena untuk meminimalisasi risiko bencana alam. "Ini termasuk kokoh juga, seng di atasnya tidak genteng karena bahaya," kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id, pekan lalu.

Menurut Imam, proklamator itu  merupakan seorang santri dari salah satu kiai yang merupakan seorang pembaru, HOS Tjokroaminoto. Karena itu, Sukarno merupakan sosok yang menguasai ajaran Islam, yang kemudian diaplikasikan dengan cara membuat monumen masjid untuk menggambarkan kebesaran umat Islam Indonesia.

Imam mengatakan, dengan belajar Islam kepada Tjokroaminoto, Bung Karno pun semangat untuk mendirikan masjid. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga ingin berperan dalam pemberdayaan masjid di luar negeri.

"Khusus yang berkaitan dengan masjid, Sukarno ingin menunjukkan bukan hanya soal bangunan masjidnya yang besar, melainkan kebesaran umat Islam sekaligus difisikkan seperti itu, bahwa Indonesia ini memiliki umat Islam yang besar, dalam artian juga berjiwa besar," ujar Imam.

Sejarah mencatat, Bung Karno juga aktif membangun masjid saat menjabat sebagai presiden. Pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) ini bahkan membangun masjid terbesar se-Asia Tenggara, yakni Istiqlal. Reputasi Istiqlal pun tidak lekang hingga sekarang.

Pada 1956, Bung Karno pun melawat ke Uni Soviet dalam rangka kunjungan kenegaraan. Dia menyempatkan diri untuk mampir ke Leningrad, nama Kota St Petersburg, ketika itu. Dikutip dari artikel berjudul “Masjid Biru St Petersburg, Saksi Sejarah Manisnya Hubungan Indonesia-Soviet di Era 50-an” karya Fauzan Al Rasyid, kolumnis Russia Beyond The Headline (RBTH), kota ini memiliki arsitektur nan memesona. Letaknya di delta Sungai Neva membuat kota ini sempat menjadi rebutan banyak negara. Di sini pun banyak berdiri istana megah. Saat melintasi Trinity Bridge yang melintangi Sungai Neva, Bung Karno sempat melihat sebuah bangunan berkubah mirip dengan masjid.

Dengan kubah birunya, bangunan ini memiliki gaya khas arsitektur Asia Tengah. Dua menara kembarnya yang menjulang tinggi berhadapan dengan beberapa gereja di sekitarnya. Saat itu, Sukarno mengalkulasi: jika bangunan itu sebuah masjid, pasti mampu menampung lebih dari 3.000 jamaah untuk beribadah.

Sukarno pun mengajak rombongan mendatangi bangunan itu. “Sejumlah jadwal kunjungan Presiden Sukarno yang telah disusun ke Leningrad dibatalkan,” cerita imam Masjid Biru Sankt Petersburg Zhapar N Panchaev kepada Fauzan.

Bangunan itu ternyata memang sebuah masjid. Pada masa rezim komunis berkuasa, semua masjid dan gereja memang bertukar fungsi menjadi gudang. Salah satunya adalah masjid biru yang disaksikan Bung Karno. Masjid ini menjadi gudang untuk berbagai kebutuhan setelah Perang Dunia II.

Setelah kunjungannya ke masjid tersebut, Sukarno kemudian bertemu pemimpin Soviet, Nikita Khruschev. Saat Khrushchev bertanya bagaimana kesan Sukarno mengenai Leningrad, sang presiden malah membahas kondisi Masjid Biru yang baru ia kunjungi.

Sukarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya. Hanya 10 hari setelah kunjungan Presiden Sukarno, bangunan ini kembali menjadi masjid. Pada 1980, masjid ini pun mengalami pemugaran besar-besaran. Hingga kini, kemegahan Masjid Biru bisa dinikmati masyarakat Rusia dan dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement