Rabu 07 Jun 2017 18:41 WIB

FPDIP Ingin Libatkan TNI Berantas Terorisme

Red: Esthi Maharani
Terorisme (ilustrasi).
Foto: peoplefirstindia.org
Terorisme (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Pansus Terorisme dari Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska mengatakan sikap fraksinya terkait pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme hanya sebatas perbantuan saja, sesuai dengan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

"Sekarang kami fokus pada fungsi penindakan yang jadi domainnya Densus 88 Anti-teror dan penyidik Polri," kata Risa Mariska di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (7/6).

Dia mengatakan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu ingin pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, maka Pansus masih menunggu rumusannya seperti apa dari pemerintah. Menurut dia, kalau dalam revisi UU Terorisme membuat kewenangan baru bagi TNI, maka harus dipikirkan fungai penegakkan hukum yang selama ini sudah berjalan di Polri.

"Karena di negara kita memakai sistem penegakan hukum sehingga kalau TNI masuk dalam pemberantasan terorisme maka tidak bisa menggunakan sistem tersebut," ujarnya.

Risa mengaku setuju dengan sistem penegakan hukum dalam pemberantasan terorisme, namun ada ruang-ruang tertentu yang tidak bisa seperti terorisme di pesawat, di istana Presiden dan perbatasan. Menurut dia ruang-ruang itu tidak bisa dijangkau oleh Densus 88 Anti-teror dan Kepolisian sehingga menjadi domain kewenangan TNI.

"Jadi ini sebenarnya tidak ada masalah dengan pelibatan TNI asal sesuai dengan UU No. 34 2004. Kita tidak bisa tabrak UU, selama ini mengacu pada UU itu sehingga kita harus patuh," tuturnya.

Sementara itu, Risa mengatakan perkembangan pembahasan revisi UU Terorisme telah menyepakati perubahan masa waktu penahanan bagi terduga teroris. Menurut dia dalam rapat Pansus pada Rabu (7/6) membahas Pasal 25 mengenai penangkapan disetujui penangkapan 14 hari dan dapat diperperpanjang tujuh hari sehingga totalnya 21 hari.

"Aturan sebelumnya, masa penahanan terduga teroris hanya tujuh hari. Singkatnya waktu itu, membuat petugas tidak optimal dalam mengusut jaringan terorisme yang diamankan," ujarnya.

Selain itu, menurut dia perubahan lain pada dimensi preventif dalam pembahasan RUU Antiterorisme adalah penguatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait. Dia mencontohkan koordinasi BNPT dengan Densus 88 Anti-teror, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan lain-lain.

"Formulasi tersebut sesuai daftar inventaris masalah (DIM) yang diusulkan pemerintah dengan tujuan kerja-kerja BNPT untuk mencegah terorisme dari tingkat dasar lebih maksimal," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement