Rabu 19 Jul 2017 05:31 WIB

Ini Kunci Memerangi Kemiskinan di Indonesia

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Warga miskin di Ibu Kota.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Warga miskin di Ibu Kota. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk menyikapi secara serius lampu kuning terkait ketimpangan ekonomi dan kemiskinan yang kian nyata. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, angka kemiskinan stagnan di kisaran 27,7 juta jiwa dan rasio gini juga nyaris tanpa perubahan di level 0,393.

Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri, menilai bahwa terdapat dua kunci pengurangan ketimpangan dan kemiskinan, yakni menjaga inflasi dan mendorong daya beli.

Chatib menilai, stabilitas harga pangan memberikan pengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat. Artinya, inflasi yang berasal dari volatile foods harus dijaga rendah agar masih bisa dijangkau masyarakat. Inflasi rendah, menurutnya, tidak akan selalu berkaitan dengan rendahnya daya beli.

"Orang miskin karena dua hal: pertama harga barang naik sehingga dia nggak bisa beli atau income nya nggak ada," jelas Chatib usai menjadi pembicara dalam halal bi halal Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) di Jakarta, Selasa (18/7).

Chatib menyebutkan, bila kaitannya dengan alasan kedua yakni tidak adanya penerimaan yang mencukupi, maka solusi yang harus disediakan pemerintah adalam dorongan daya beli. Hal ini bisa dicapai salah satunya dengan meratakan penyaluran bantuan sosial dan mengoptimalkan belanja sosial yang dianggarkan pemerintah dalam Anggaran Pendapapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Sebetulnya ada dana desa. Namun dana desa itu penyerapannya rendah, karena kepala desa takut ditangkap," katanya.

Menurutnya, masih ada ketakutan yang dirasakan oleh perangkat desa dalam membelanjakan dana desa. Ketakutan ini muncul lantaran perangkat desa yang belum terbiasa mengelola uang dalam jumlah yang cukup besar, miliaran rupiah misalnya.

Dibanding menyalurkan dana desa, Chatib menilai ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah yakni kembali ke model pembangunan desa dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). Berbeda dengan penyaluran dana desa yang pengelolaannya terkesan dilepas sepenuhnya kepada perangkat desa, melalui PNPM pemerintah menyediakan fasilitator atau pendamping yang ikut turun langsung dalam menjalankan program pembangunan di desa.

"Optimalisasi belanja sosial penting, namun harus ada fasilitator. Mesti dilakukan baru nanti dia tahu cara kelola uang," ujar dia.

Sementara itu, Ekonom Senior Indef Aviliani menilai bahwa rendahnya tingkat inflasi yang bertahan sejak awal tahun sebelumnya tidak berkaitan langsung dengan rendahnya daya beli masyarakat. Ia melihat, rendahnya serapan kredit komersial atau kredit yang ditujukan untuk modal kerja menunjukkan bahwa akses ke perbankan yang sulit.

Ia mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa memfasilitasi dan memberikan peluang lebih luas bagi kelompok ekonomi lemah, khususnya sektor pertanian dan perikanan, untuk bisa mengakses kredit perbankan.

Selain itu, ia mendorong agar segala pembangunan infrastruktur bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan menggandeng kontraktor lokal. Dengan cara ini ia yakin penyerapan tenaga kerja bisa lebih optimal dan merata.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur paling tidak bisa menyerap ribuan buruh kasar yang ekonominya ikut terbantu. Baru setelahnya, dengan infrastruktur yang terbangun maka kegiatan ekonomi bisa ikut terdorong.

"Misal karya-karya wajib berkolaborasi dengan perusahaan lokal. Percuma ada infrastuktur tapi tidak ciptakan (lapangan kerja)," katanya.

Diberitakan sebelumnya, jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami peningkatan tipis dalam periode enam bulan, sejak September 2016 hingga Maret 2017 lalu. BPS merilis, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2017 sebanyak 27,77 juta orang atau 10,64 persen dari total penduduk.

Angka ini bertambah 6.900 orang dibandingkan jumlah penduduk miskin pada September 2016 lalu sebanyak 27,76 juta orang (pembulatan). Namun sebetulnya angka kemiskinan tahun ini menurun sebanyak 234 ribu orang dibandingkan Maret 2016 lalu. Artinya, bila dilihat dari tahun ke tahun maka jumlah penduduk miskin Indonesia relatif stagnan.

Sementara itu, nilai gini ratio pada Maret 2017 sebesar 0,393. Angka ini sebetulnya nyaris tak ada perubahan bila dibandingkan dengan capaian pada September 2016 lalu sebesar 0,394.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement