Sabtu 22 Jul 2017 12:05 WIB

Kiai Ma'ruf Ungkap Sosok Teladan Syekh Nawawi Al Bantani

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Syeikh Nawawi Al Bantani
Foto: almuhibbin
Syeikh Nawawi Al Bantani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus pengasuh Pendok Pesantren An Nawawi, KH Ma'ruf Main menjelaskan sosok Syekh Nawawi Al Bantani yang patut diteladani umat Islam saat ini. Menurut dia, Syekh Nawawi merupakan ulama besar Indonesia yang mempunyai keilmuan tinggi dan pemikirannya sangat moderat.

“Syekh Nawawi Al Banteni itu seorang tokoh Indonesia yang punya reputasi Internasional, seorang ulama yang keilmuannya diakuai di dunia, di akui di tempat ilmudi Tmur Tengah, di Mesir, itu diakui beliau sebagai seorang ulama besar abad ke-14 hijriah,” ujar Kiai Ma'ruf saat ditemui Republika.co.id, di kediamannya, Pondok Pesantren An Nawawi, Tanara, Serang, Banten, Sabtu (22/7) dini hari.

Hal ini disampaikan Kiai Ma'ruf dalam rangka Haul Syekh Nawawi Al Bantani ke-124. Menurut Kiai Ma'ruf, kitab karangan Kiai Ma'ruf sendiri sudah ada ratusan lebih yang dijadikan rujukan para ulama di dunia. Karena itu, tak heran muridnya banyak yang menjadi ulama besar, pimpinan pondok pesantren, dan para pendiri ulama besar.

Termasuk, lanjut dia, salah satu muridnya adalah Syekh Kholil Bangkalan dan juga pendiri Nahdlatul Ulama Kiai Hasyim Asy'ari, serta pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan. Menurut Kiai Ma'ruf, Kiai Ahamd Dahlan merupakan murid dari KH Saleh Darat, sedangkan Saleh Darat adalah muridnya Syekh Nawawi.

“Karangannya kan ratusan ada tafsir hadis dan lain-lain, yang murid-muridnyanya itu semua jadi ulama, pimpinan pondok pesantren, bahkan para pendiri organisasi Islam,” ucapnnya.

Karena itu, Kiai Ma'ruf mengatakan bahwa terdapat banyak hal yang patut diteladani dari sosok Syekh Nawawi, termasuk cara berpikirnya yang sangat moderat, sehingga ajaran Islam di Indonesia dapat menyebar ke seluruh nusantara.

“Yang harus menjadi teladan itu pandangannya sangat moderat, dan akomodatif terhadap berbagai hal, misalnya kebiasaan-kebiasan lokal, tradisi yang tidak bertentangan dengan syariah, itu diakui dan diadopsi, dijadikan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan,” kata Kiai Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement